Rapat Paripurna, Gerindra Ngotot "Presidential Threshold" Dihapus

Kamis, 20 Juli 2017 | 12:45 WIB

Rapat paripurna DPR RI pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), Kamis (20/7/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Rapat paripurna DPR RI pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), Kamis (20/7/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Gerindra bersikeras agar presidential threshold Pemilu 2019 dihapus.

Pandangan itu disampaikan oleh beberapa anggota Fraksi Gerindra dalam rapat paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, Kamis (20/7/2017).

Muhammad Syafi'i anggota Fraksi Gerindra menyampaikan interupsi agar DPR mempertimbangkan aspek konstitusional presidential threshold.

Syafi'i menyatakan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi, pemilu dilakukan serentak. Dengan demikian, keberadaan presidential threshold dirasa menghilangkan aspek keserentakan pemilu.

"Dengan prinsip keserentakan maka setiap partai politik berhak mencalonkan presiden," ujar Syafi'i.

(Baca juga: Gerindra Sebut Argumen Pemerintah soal "Presidential Threshold" Keliru)

Hal senada disampaikan anggota Fraksi Gerindra lainnya, Ramson Siagian. Ia mengatakan bahwa RUU Pemilu dirancang untuk menghindari adanya calon tunggal.

Sedangkan, menurut dia, keberadaan presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional justru berpotensi memunculkan calon tunggal.

"Kalau dipaksakan 20 persen potensi calon tunggal terjadi dan ini tak sesuai dengan amanat reformasi yang kita perjuangkan," kata Ramson.

"Saya bersama Pak Tjahjo (Kumolo) dan Agun (Gunandjar) di masa Orde Baru bahas itu. Kalau (sekarang) pegang kekuasan jangan yang diaplikasikan sistem lama. Karena itu dulu mengarah pada sistem otoriter," ujar dia.

Kompas TV Apa dampak dari tarik ulur ini?




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Bayu Galih