Golkar Bantah 'Presidential Threshold' 20 Persen untuk Jegal Prabowo

Senin, 17 Juli 2017 | 15:44 WIB

Anggota Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Anggota Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman membantah jika angka ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dipakai untuk menjegal pihak-pihak tertentu yang mau mencalonkan diri pada pemilu presiden 2019.

Golkar bersama sejumlah partai pendukung pemerintah bersikap tidak ingin mengubah presidential threshold, yaitu 20 persen perolehan kursi atau 25 persen perolehan suara nasional.

Syarat itu juga didorong pemerintah dalam revisi UU Pemilu.

"Enggak ada aturan dibuat untuk menjegal hak orang," kata Rambe di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/7/2017).

(baca: Fadli Zon: Pemerintah Berusaha Jegal Prabowo Jadi Capres 2019)

Rambe menjelaskan, angka presidential threshold 20-25 persen telah dilaksanakan dalam beberapa kali pemilu.

Ambang batas juga diberlakukan dalam pemilihan kepala daerah.

Di samping itu, menurut dia, angka presidential threshold 20-25 persen tetap konstitusional.

Hal itu dinilai tak melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu serentak karena merupakan open legal policy.

"Kita memperkuat presidensil agar presiden yang dipilih nanti kuat. Dia didukung parlemen sejak awal. Jadi ada kehendak agar koalisi dibangun sejak awal," ucap Anggota Komisi II DPR itu.

(baca: Yusril Ancam Gugat UU Pemilu jika "Presidential Threshold" Tak Dihapus)

Saat ini, lima partai disebut mendukung usulan angka presidential threshlold 20-25 persen.

Rambe berharap, pada hari voting RUU Pemilu pada 20 Juli nanti, partai yang mendukung opsi presidential threshold 20-25 persen bertambah.

"Dalam politik harus ada optimisme. Jangan ada ragu," kata dia.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menuduh ada upaya penjegalan oleh pemerintah terhadap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk maju kembali Pemilu Presiden 2019.

(baca: Ketum PPP: Koalisi Pemerintah Solid Tak Ubah 'Presidential Threshold')

Sebab, Pemerintah bersikukuh tidak ingin mengubah ambang batas presiden dalam revisi UU Pemilu.

"Menurut saya yang ada sekarang itu pemerintah sedang berusaha untuk menjegal Pak Prabowo untuk menjadi calon dan ini tidak masuk akal," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Menurut dia, threshold dianggap sudah tak relevan karena adanya putusan mahkamah Konstitusi bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden selanjutnya digelar serentak.

Kompas TV Pansus RUU Pemilu Bahas 5 Isu Krusial yang Buntu




Penulis : Nabilla Tashandra
Editor : Sandro Gatra