Golkar Wajibkan Anggotanya Hadiri Paripurna Saat Putuskan RUU Pemilu

Rabu, 19 Juli 2017 | 06:22 WIB

Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid memberikan keterangan pers di Kantor DPP Partai Golkar, di Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, Jumat (21/7/2017). Pertemuan ini digelar atas permintaan DPP Golkar untuk membahas status Setya Novanto yang menjadi tersangka korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid memberikan keterangan pers di Kantor DPP Partai Golkar, di Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta Barat, Jumat (21/7/2017). Pertemuan ini digelar atas permintaan DPP Golkar untuk membahas status Setya Novanto yang menjadi tersangka korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar mewajibkan seluruh anggota fraksinya di DPR untuk menghadiri rapat paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu pada Kamis (20/7/2017) besok.

Hal itu salah satu keputusan rapat pleno DPP Golkar yang membahas agenda politik partai dan status tersangka Ketua Umum Golkar Setya Novanto.

"Berkaitan dengan proses pengambilan keputusan terhadap Undang-Undang Pemilu tanggal 20 Juli 2017 yang akan datang maka seluruh anggota fraksi diwajibkan untuk hadir dalam perjuangan penugasan Partai Golkar," kata Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid, di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (18/7/2017).

Baca: Yusril Ancam Gugat UU Pemilu jika "Presidential Threshold" Tak Dihapus

Hal yang sama disampaikan Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita.

Opsi dari kelima isu krusial dalam paket A yakni ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, jumlah kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara sainte lague murni.

"Insya Allah, kami sangat optimistis. Bahwa paket yang kami dukung yang jadi pilihan kami itu menjadi paket yang disetujui oleh DPR," kata Agus.

Pemerintah bersikeras agar ambang batas pencalonan presiden tidak diubah, yakni tetap sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara.

Alasannya, demi memperkuat sistem presidensial.

Baca: Golkar Bantah "Presidential Threshold" 20 Persen untuk Jegal Prabowo

PDI-P, Golkar, Hanura, dan Nasdem berada pada kelompok yang mendukung paket A, yakni dengan ambang batas perlemen 4 persen, ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Sementara itu, PPP tidak secara langsung menyebut paket A yang akan dipilih.

Namun dari pemaparannya, mereka mengarah pada opsi A.

PKB memilih ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi atau 25 persen suara, sistem pemilu terbuka, sebaran kursi perdaerah pemilihan 3-8, dan metode konversi suara sainte lague murni.

Dengan demikian, ada enam partai koalisi pendukung pemerintah yang memiliki kesamaan pandangan dengan pemerintah terkait isu presidential threshold, yakni PDI-P, PKB, PPP, Golkar, Nasdem, dan Hanura.

Sedangkan PAN selaku partai koalisi pemerintah berbeda pendapat dengan pemerintah karena memilih presidential threshold 0 persen.

Kompas TV Lantas seperti apa hasil dari rapat pembahasan RUU pemilu yang digelar?


Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary