Hidayat Nur Wahid Nilai Perppu Ormas Subyektif dan Pasalnya Karet

Kamis, 13 Juli 2017 | 13:13 WIB

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid seusai acara makan bersama di sebuah rumah makan Padang di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Minggu (30/4/2017) malam. KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid seusai acara makan bersama di sebuah rumah makan Padang di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Minggu (30/4/2017) malam.

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mempertanyakan sikap pemerintah yang tak memenuhi janjinya terkait mekanisme pembubaran organisasi masyarakat.

Padahal, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto saat mengumumkan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beberapa waktu lalu menjanjikan akan menempuh jalur hukum.

"Waktu itu Pak Wiranto maupun Menkumham mengatakan bahwa akan menempuh jalurnya sesuai hukum. Tapi kenapa kemudian hari ini yang muncul sudah ada perppu?" kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Menurut Hidayat, Perppu ini sangatlah subyektif dan pasal-pasalnya "karet". Pemerintah dalam hal ini memiliki kewenangan mutlak untuk memberi tafsir dan vonis hukum hingga sebuah ormas dapat dibubarkan.

Oleh karena itu Hidayat mendukung jika ada pihak yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait perppu tersebut.

Menurut Wakil Ketua MPR RI itu, kehadiran Perppu Ormas tidak sesuai dengan sejumlah pasal pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan menghormati Hak Asasi Manusia, termasuk hak berserikat dan berkumpul.

Perppu tersebut, kata dia, memang layak dikritisi.

"Saya sangat mendukung kalau kemudian ada yang mengajukan judicial review ke MK karena perppu ini potensial tidak sesuai dengan UUD 1945 minimal Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28d Ayat (1) dan Pasal 28e Ayat (3)," tutur Hidayat.

Di samping itu, perppu semestinya dikeluarkan terkait kondisi yang genting dan memaksa.

(Baca juga: PKS Nilai Tak Ada Kegentingan dalam Penerbitan Perppu Ormas)

Hidayat menuturkan, UU Ormas dibentuk dan disahkan pada 2013. Dalam jangka waktu empat tahun ia mempertanyakan apakah ada hal spesifik yang berubah.

"Kalau dikaitkan dengan kawan-kawan HTI dan video mereka di GBK itu sebelum 2013. Justru peristiwa yang demikian itu kemudian muncul penyikapan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013," tutur anggota Komisi I DPR itu.

"Dari 2013 ke 2017 apa yang sudah berubah dan menghadirkan kondisi genting kemudian melahirkan perppu?" kata dia.

Kompas TV Desakan Pembubaran Ormas Radikal Anti Pancasila




Penulis : Nabilla Tashandra
Editor : Bayu Galih