UU Terorisme Harus Jerat Orang yang Bergabung dengan Kelompok Teroris

Sabtu, 27 Mei 2017 | 12:22 WIB

KOMPAS.com/WISNU NUGROHO Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian berbicara dalam acara Tito di Rosi di KompasTV, Jumat (26/5/2017) malam.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta ada penambahan sejumlah poin dalam revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Poin krusial yang perlu ditambah yaitu kewenangan mengkriminalisasi orang yang bergabung dalam kelompok terorisme.

"Jadi dia bergabung dengan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) misalnya, bisa kami tangkap dan proses hukum. Undang-undang yang sekarang tidak (mengatur seperti itu)," ujar Tito dalam acara Rosi bertajuk #KapolriDiRosi di Kompas TV, Jumat (26/5/2017) malam.

Tito mengatakan, di luar negeri, undang-undang yang ada mengatur hal tersebut. Bahkan, mereka memiliki daftar organisasi yang termasuk kelompok teroris. Dengan demikian, begitu ada yang bergabung ke kelompok tersebut, langsung ditangkap dan diproses hukum sebelum merencanakan aksi teror.

Kewenangan itu termasuk untuk mengkriminalisasi orang-orang yang berangkat ke Suriah berlatih bersama ISIS.

Dalam undang-undang yang ada di Indonesia, polisi tidak berwenang menangkap mereka begitu kembali ke Indonesia.

"Pulang ke sini pahamnya sudah radikal, ancaman. Dia harus berbuat dulu, membuat rencana dulu, baru bisa ditangkap," kata Tito.

Baca juga: Wiranto Desak DPR Segera Selesaikan Revisi UU Terorisme

Sebelum melakukan aksi teror, kelompok tersebut pasti melakukan latihan. Tito mengatakan, pelatihan tersebut tak lagi terbuka seperti pelatihan militer di Aceh beberapa tahun lalu. Karena orang-orang yang terpantau mengikuti pelatihan ditangkap satu persatu oleh polisi.

Belakangan, kata Tito, banyak dari mereka berlatih dengan modus berkemah di gunung. Mereka latihan menggunakan air soft gun dan pistol kayu.

"Padahal tujuan mereka latihan untuk melakukan aksi terorisme yang bagi mereka operasi amaliyah. Ini harus dikriminalisasi," kata Tito.

Dalam membentuk undang-undang, kata Tito, ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu keamanan nasional dan kebebasan sipil. Sebisa mungkin kedua aspek ini seimbang. Jika keamanan nasional dianggap terancam maka harus mengorbankan sedikit kebebasan sipil.

"Tapi kalau kita anggap aman-aman saja, tidak ada masalah, maka pasti akan mengorbankan keamanan nasional. Maka yang akan terjadi bom lagi, bom lagi," kata Tito.

Baca juga: Pembahasan RUU Terorisme yang Terus Tertunda

Tito mendesak agar panitia khusus di DPR segera menggodok revisi UU pemberantasan terorisme. Mengenai hambatan soal definisi dan terminologi radikalisme, Tito menyebut banyak ahli yang bisa membantu. Yang terpenting, kata dia, undang-undang tersebut memberi kewenangan lebih bagi polisi untuk menindak kelompok teroris hingga ke sel terkecilnya.


Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita
Editor : Egidius Patnistik