Kepala Bakamla Beda Keterangan dengan Anak Buah soal Instruksi "Fee"

By Abba Gabrillin - Rabu, 31 Januari 2018 | 15:14 WIB
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo dan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo dan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/1/2018). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Arie Soedewo memberi keterangan yang berbeda dengan dua mantan anak buahnya yang lebih dulu bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Beda keterangan itu terkait instruksi menerima uang (fee) dari perusahaan pemenang lelang proyek di Bakamla.

Menurut Arie, ia tidak pernah memerintahkan anak buahya untuk menerima uang dari PT Melati Technofo Indonesia. Hal itu dikatakan Arie saat bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan.

"Saya tidak pernah memerintahkan itu," kata Arie.

(Baca juga: Keterlibatan Kepala Bakamla Disebut dalam Pertimbangan Vonis Hakim)

Menurut Arie, awalnya ia mendapat informasi dari Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut, bahwa ada anak buahnya yang menerima uang dari perusahaan rekanan.

Arie kemudian memerintahkan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi untuk memeriksa kebenaran informasi itu.

Selain itu, menurut Arie, ia menanyakan langsung kepada staf pribadinya Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi mengenai hal itu.

"Ali Fahmi saya datangi, saya tanya, apa betul dia imingi pejabat saya untuk terima sesuatu. Ali bilang, 'Saya enggak tahu, mungkin staf Bapak minta-minta sendiri'," kata Arie.

(Baca juga: Terdakwa Akui Minta dan Terima Uang atas Perintah Kepala Bakamla)

Dalam persidangan sebelumnya, mantan Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksamana Pertama Bambang Udoyo mengatakan, ia awalny ditunjuk oleh Kepala Bakamla sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan satelit monitoring.

Padahal, menurut Bambang, ia sama sekali tidak memiliki kemampuan di bidang pengadaan barang dan jasa.

Menurut Bambang, suatu saat ia dipanggil oleh Kepala Bakamla Arie Soedewo. Ia diberitahu bahwa pekerjaannya cukup berat.

Bambang diperingati agar tidak meminta-minta uang kepada rekanan.

"Pak Kabakamla bilang, 'Supaya kamu semangat dan enggak macam-macam, nanti kamu, Eko, Nofel, saya kasih satu-satu (Rp 1 miliar). Jadi supaya tidak minta-minta'," kata Bambang.

(Baca: Kepala Bakamla Perintahkan Anak Buah Terima Suap Supaya Tak Minta-minta)

Tak lama kemudian, Bambang ditemui oleh kuasa pengguna anggaran, Eko Susilo Hadi.

Bambang diberitahu bahwa sesuai perintah Kepala Bakamla, ia akan diberikan uang Rp 1 miliar dari rekanan.

"Pak Eko juga bilang, 'Ini ada amanah Pak kabakamla, nanti dapat Rp 1 miliar'," kata Bambang.

Uang tersebut diberikan oleh Muhammad Adami Okta yang berasal dari PT Melati Technofo Indonesia. Perusahaan itu merupakan pemenang lelang pengadaan satelit monitoring di Bakamla.

Eko Susilo Hadi yang dihadirkan sebagai saksi juga membenarkan bahwa penerimaan uang itu atas perintah Kepala Bakamla Arie Soedewo. Menurut Eko, Arie memberitahu bahwa ada pembagian fee untuk Bakamla sebesar 7,5 persen dari nilai proyek.

Namun, menurut Eko, Arie mengatakan bahwa rekanan akan lebih dulu membayarkan fee sebesar 2 persen, atau senilai Rp 4 miliar.

Kompas TV Anggaran proyek ini berasal dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2016.



Editor : Bayu Galih
Artikel Terkait


Close Ads X