Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Bacakan Somasi Terbuka untuk Luhut - Kompas.com
Jumat, 17 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Bacakan Somasi Terbuka untuk Luhut

Jumat, 16 September 2016 | 16:51 WIB
KOMPAS.com/ANDRI DONNAL PUTERA Perwakilan Komunitas Nelayan Tradisional Muara Angke, Iwan, memegang amplop berisi surat somasi terbuka bagi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di LBH Jakarta, Jumat (16/9/2016). Somasi terbuka sebagai bentuk protes segenap elemen masyarakat atas keputusan Luhut melanjutkan reklamasi di pantai utara Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah perwakilan aktivis lingkungan, nelayan, dan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta membuat somasi terbuka untuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Somasi disampaikan untuk menanggapi keputusan Luhut melanjutkan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, termasuk Pulau G, pada Selasa (13/9/2016) lalu usai rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kantor Kementerian ESDM.

"Somasi terbuka ini kami lakukan karena tidak ada itikad baik dari Menko Kemaritiman, Jenderal Purnawirawan Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai aparat pemerintah dalam menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 193/G/LH/2015/PTUN-JKT," kata Ahmad Martin Hadiwinata, salah satu perwakilan koalisi di kantor LBH Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Ada tiga hal dari somasi terbuka yang disampaikan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Pertama, soal putusan PTUN Jakarta tertanggal 31 Mei 2016 yang menyatakan pembatalan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2.238 Tahun 2014. SK tersebut berisi Pemberian Izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Kedua, masih terkait putusan PTUN Jakarta, yakni dikabulkannya Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dengan bunyi, "Memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 selama proses pemeriksaan persidangan berlangsung dan sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap dan atau ada penetapan lain yang mencabutnya".

Ketiga, perihal pernyataan Luhut dengan pejabat terkait saat konferensi pers pada Selasa lalu. Pernyataan yang disorot adalah tentang kesimpulan yang menyebutkan tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

"Atas dasar tiga hal itu, kami berpendapat, putusan PTUN Jakarta harus dipatuhi setiap orang di wilayah Negara Republik Indonesia, ada pertimbangan dalam penundaan pelaksanaan reklamasi Pulau G, dan tidak ada alasan bagi Saudara (Luhut) untuk melanjutkan proyek reklamasi sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap," kata Martin.

Dalam poin somasi terbuka, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menilai keputusan Luhut melanjutkan reklamasi sebagai penghinaan terhadap pengadilan. Mereka mendasarkan itu pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan PTUN sebagai lembaga yudikatif yang berfungsi menegakkan hukum dan keadilan atas setiap tindakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara yang melanggar hak orang lain.

"Putusan pengadilan merupakan hukum yang berlaku untuk setiap orang tanpa kecuali. Atas dasar itu, kami menuntut Pak Luhut dalam jangka waktu 3x24 jam sejak surat ini terbit untuk menghormati hukum dan mencabut pernyataan melaksanakan reklamasi Pantai Utara Jakarta sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap," kata dia.

Penulis: Andri Donnal Putera
Editor : Egidius Patnistik