Kata Khofifah, Akseptabilitas Jokowi di Madura Meningkat

Rabu, 19 Desember 2018 | 21:33 WIB

Gubernur terpilih Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa seusai menjadi pembicara dalam Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Kota Malang, Senin (13/8/2018).KOMPAS.com/Andi Hartik Gubernur terpilih Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa seusai menjadi pembicara dalam Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) bagi mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Kota Malang, Senin (13/8/2018).

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengarah Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) Khofifah Indar Parawansa mengatakan, tingkat penerimaan masyarkat Madura terhadap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin meningkat.

Hal itu, kata Khofifah, dibuktikan dari respons para ulama Madura yang sudah mendeklarasikan diri untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.

"Karena pagi tadi ada pertemuan ulama se-Madura dan saya melihat responnya sangat bagus," kata Khofifah saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Ia mengatakan, Jokowi-Ma'ruf memang masih harus kerja keras untuk meningkatkan elektabilitasnya di Madura karena pada Pilpres 2014, Jokowi hanya mengantongi 18,8 persen suara.

Baca juga: Erick Thohir Sebut Elektabilitas Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandiaga Stagnan

Namun, untuk Pilpres 2019, Khofifah menilai peluang Jokowi-Ma'ruf untuk menang di Madura masih terbuka lebar.

Alasannya, berdasar data yang ia peroleh, 80 persen pemilih di Madura belum menentukan pilihan.

Menurut dia, isu yang masih muncul dan harus dihentikan di Madura adalah isu Jokowi yang anti-ulama. Caranya, melalui dialog dari pintu ke pintu.

Baca juga: Luhut Yakin Sosok Maruf Amin Bisa Dongkrak Elektabilitas Jokowi

 

Khofifah juga turun ke Madura untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa Jokowi tidak anti-ulama.

"Saya bilang (ke mereka) mana mungkin Kiai Ma'ruf dijadikan cawapres kalau info (Jokowi anti-ulama itu betul). Tidak ada ulama kalau tidak ada pesantren karena mereka harus memulai dari santri. Dari sekian Presiden Pak Jokowi yang mendeklarasi hari santri nasional. Barulah dialog cair," kata Khofifah.

"Dan mereka kemudian melihat bahwa informasi yang memang selama ini yang mereka terima rupanya berpihak pada Pak Jokowi," lanjut dia.


Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary