BPOM Sita Kosmetik hingga Obat Kuat Ilegal Senilai Rp 17,4 Miliar

Senin, 5 November 2018 | 16:55 WIB

Kepala BPOM Penny Kusumastuti LukitoKontributor Bandung, Putra Prima Perdana Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menyita sejumlah obat-obatan ilegal yang terdiri dari obat penambah stamina pria, suplemen pelangsing, dan krim kosmetik.

Barang-barang tersebut didapat dari sebuah rumah dan dua gudang milik tersangka M di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

"Kami melaporkan secara teknis ini adalah produk yang nilai ekonominya cukup besar sampai dengan Rp 17,4 miliar yang ditemukan di beberapa empat. Kami sudah operasi tangkap tangan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, di kantornya, Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (5/11/2018).

Baca juga: BPOM Kepri Sita Kosmetika Ilegal Senilai Rp 1,4 M

Penny mengatakan produk-produk ilegal yang diedarkan oleh tersangka dari gudang tersebut berasal dari produsen impor yang tergolong besar.

Menurutnya, ada tiga hal yang menjadikan obat bisa dikategorikan sebagai ilegal.

Pertama, harus dikonsumsi dengan resep dokter atau pengawalan dokter. Kedua, tanpa izin edar dan ketiga, kandungan obat membahayakan kesehatan.

Penggunaan obat-obatan ilegal yang berlebihan juga akan berdampak pada fungsi hati dan ginjal.

"Jadi pengemasannya itu canggih hampir seperti aslinya. Tapi enggak ada yang tahu campuran di dalamnya. Kalau enak iya, tapi berbahaya," katanya.

Baca juga: [KLARIFIKASI] BPOM Jelaskan soal Kopi Cap Luwak yang Mudah Terbakar

Dalam kejadian ini, tersangka M mengaku telah beroperasi selama satu tahun dengan mengedarkannya secara daring. Tetapi, setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata penjualan telah dilakukan sejak 2015.

"Ini sudah kami dalami lebih kurang empat bulan yang ternyata semua transaksi melalui media online. Kemudian dari situ kami telusuri dengan jasa pengiriman tertentu," kata Penny.

Akibat perbuatannya, tersangka dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan pelanggaran Undang-Undang Kesehatan dengan pidana maksimum 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar.


Penulis : Rima Wahyuningrum
Editor : Andri Donnal Putera