Mengenang Munir, Dibunuh di Udara 14 Tahun Silam...

Jumat, 7 September 2018 | 15:12 WIB

Tokoh pejuang hak asasi manusia, Munir Said ThalibKompas/Iwan Setiyawan Tokoh pejuang hak asasi manusia, Munir Said Thalib

KOMPAS.com - Munir Said Thalib, nama ini tetap dikenal sebagai sosok pejuang, bahkan 14 tahun setelah menutup usia, pada 7 September 2004 silam.

Sebagai seorang aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir banyak menangani berbagai kasus, terutama kemanusiaan dan pelanggaran HAM.

Namun, kematian Munir masih menjadi sebuah misteri hingga sekarang. Pendiri Imparsial dan aktivis Kontras itu tewas di pesawat terbang ketika bertolak ke Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan studi.

Munir tewas dibunuh setelah hasil otopsi menyebutkan bahwa ada racun arsenik di dalam tubuhnya. Munir dibunuh di udara.

Baca juga: 7 September 2004, Munir Said Thalib Tewas Dibunuh...

Mengenal sosok Munir

Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Dia berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Unibraw) dan terkenal sebagai seorang aktivis kampus.

Berkat ketekunannya, Munir dipilih rekan-rekannya untuk menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unibraw pada 1998, Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.

Munir juga merupakan anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Pengalaman menjadi aktivis pada masa mudanya menghadirkan keseriusan Munir terhadap masalah hukum dan pembelaan terhadap sejumlah kasus.

Dia pernah menjadi seorang Dewan Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Kontras merupakan sebuah kelompok yang dibentuk oleh sejumlah LSM seperti LPHAM, Elsam, CPSM, PIPHAM, AJI, dan sebuah organisasi mahasiswa PMII.

Baca juga: Idealisme Munir dan Ironi Kematian di Pesawat Garuda...

Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, Kontras banyak mendapat pengaduan dan masukan dari berbagai elemen masyarakat mengenai pelanggaran HAM di berbagai daerah.

Munir pernah terjun menangani berbagai kasus, misalnya menjadi penasihat hukum korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.

Dia juga pernah menjadi penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok 1984 .

Selain itu, Munir juga pernah menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992.

Kasus besar lain yang ditangani Munir adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang diduga tewas di tangan aparat keamanan pada 1994.

Ketika menjabat Dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang membela bagi orang-orang hilang yang diculik. Munir membela aktivis yang hilang karena penculikan yang disebut dilakukan oleh Tim Mawar dari Kopassus TNI AD.

Sikap berani dan sigapnya dalam menentang ketidakadilan oleh beberapa pihak pada masa pemerintahan Orde Baru, membuat Munir tak disukai oleh pemerintah.

Dirinya menjadi sasaran dan lingkaran merah dari pihak intelijen karena dianggap berbahaya. Munir juga sering mendapat banyak ancaman dari beberapa orang.

Namun dirinya tetap tidak gentar terhadap ancaman yang menimpa dirinya tersebut.

Baca juga: Peringati Munir, Komnas HAM Ingin 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM

Rencana belajar berujung meninggal

Kecintaan Munir terhadap ilmu hukum menjadikan dirinya untuk mengasah minatnya lebih dalam. Munir pun berencana melanjutkan pendidikannya ke Amsterdam, Belanda.

Penerbangan GA-974 yang menjadi wahana Munir berangkat ke Belanda, lepas landas dari Jakarta pada Senin, 6 September 2004 malam pukul 21.55 WIB.

Pesawat transit di Bandara Changi, Singapura, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Negeri Kincir Angin. Dalam perjalanan menuju Amsterdam, tiba-tiba Munir merasa sakit perut, setelah sebelumnya minum jus jeruk.

Munir sempat mendapat pertolongan dari seorang dokter yang berada dalam pesawat. Dia kemudian dipindahkan ke sebelah bangku dokter dan mendapat perawatan.

Munir dinyatakan telah meninggal empat puluh ribu kaki di atas tanah Rumania.

Dilansir dari Harian Kompas yang terbit 8 September 2004, Munir sempat diduga sakit sebelum mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 08.10 waktu setempat, dua jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.

Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir...

Munir itu sempat terlihat seperti orang sakit setelah beberapa kali ke toilet, setelah pesawat lepas landas dari transitnya di Bandara Changi, Singapura.

Saat pesawat GA 974 mendarat, penumpang tak dibolehkan turun, sesuai prosedur otoritas bandara saat ada penumpang meninggal di dalam pesawat.

Setelah menjalani pemeriksaan selama 20 menit, baru penumpang dibolehkan turun. Jenazah Cak Munir pun diturunkan dan dalam pengurusan otoritas bandara. Proses otopsi dilakukan untuk mencari tahu penyebab tewasnya penerima berbagai penghargaan terkait HAM di Indonesia.

Pada 12 September 2004, jenazah dimakamkan di kota kelahirannya, Batu, Malang. Meski demikian, hasil otopsi kemudian menyatakan bahwa Munir tewas akibat diracun. Makamnya pun dibongkar, jenazahnya diotopsi.

Tak temui titik terang

Hingga saat ini memang kasus kematian Munir belum menemui titik terang. Pengadilan memang telah menjatuhkan vonis 14 tahun terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto yang disebut sebagai pelaku pembunuhan.

Pengadilan juga memvonis Direktur Utama PT Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan, dengan hukuman 1 tahun penjara. Dia dianggap terlibat dalam kasus yang dianggap banyak orang belum mengadili dalang pembunuhan.

Akan tetapi, Indra Setiawan membantah terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir, yang juga diduga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN). Surat tugas untuk Pollycarpus selama ini diduga dibuat Indra setelah menerima surat resmi dari BIN.

Dikutip dari dokumen Harian Kompas pada 2 Februari 2008, dalam pleidoinya, Indra mengaku tidak tahu apakah surat BIN yang diterimanya pada Juni atau Juli 2004 itu bagian dari rencana pembunuhan atau bukan.

Dia hanya memahami bahwa surat tersebut merupakan surat resmi dari lembaga negara yang salah satunya bertugas mencegah ancaman teror.

Meski BIN mendapat sorotan dalam kasus pembunuhan Munir, namun belum ada pejabat dari lembaga telik sandi itu yang dijerat kasus hukum,

Mantan Deputi V BIN Muchdi Prawiro Pranjono pernah menjadi terdakwa dan diadili. Namun, hakim kemudian membebaskan Muchdi karena dianggap tak terbukti terlibat menempatkan Pollycarpus dalam penerbangan itu.

Empat belas tahun berlalu sejak pembunuhan Munir. Pollycarpus juga telah menghirup udara bebas. Meski begitu, kenangan terhadap Munir tak akan memudar.

Kompas TV Kepala Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia mengatakan meskipun Pollycarpus bebas Kontras terus menagih pemerintah untuk mengumumkan dokumen.


Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Bayu Galih