BPOM Diminta Jangan Biarkan Penggunaan Bahasa yang Ambigu soal SKM

Rabu, 11 Juli 2018 | 18:28 WIB

Para komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat jumpa pers soal susu kental manis (SKM) di Jakarta, Rabu (11/7/2018). KPAI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak ambigu dalam menggunakan istilah  produk SKM. KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA Para komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) saat jumpa pers soal susu kental manis (SKM) di Jakarta, Rabu (11/7/2018). KPAI meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak ambigu dalam menggunakan istilah produk SKM.

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi Bidang Kesehatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawati meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak membiarkan penggunakan bahasa yang ambigu terkait produk susu kental manis (SKM).

Sitti mengatakan, produk yang sering disebut SKM itu tidak layak disebut susu karena kandungan susunya jauh lebih sedikit dibanding gula.

"Yang menjadi perhatian kami adalah bagaimana bahwa tidak terjadi mis-persepsi. Jika seseorang makan coklat ya dia makan coklat, tapi ketika mengkonsumsi SKM dia berasumsi sedang mengkonsumsi susu padalah tidak," kata Sitti di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018).

Saat ini kata Sitti, persepsi masyarakat bahwa SKM merupakan produk minuman telah terbentuk karena iklan di televisi serta kemasan produk yang menyebutkan bahwa SKM merupaka susu.

Baca juga: BPOM Dituding Melakukan Pembiaran Publikasi Susu Kental Manis

BPOM diminta untuk merekomendasikan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar iklan-iklan di televisi yang memperlihatkan SKM merupakan produk susu agar segara  dilarang. Begitu juga dengan bahasa di kemasan yang menggunakan bahasa Inggris, diubah menggunakan bahasa Indonesia.

BPOM juga diminta melarang tegas penggunaan SKM untuk anak di bawah 5 tahun.

"BPOM juga harus tegas, tidak ada lagi pembatasan 'tidak dianjurkan' untuk bayi karena bayi konotasi adalah 0-12 bulan, tetapi tetap tegas 'dilarang' untuk anak yang berusia 60 bulan atau 5 tahun. Karena di dalam golden period beberapa jenis zat makanan tidak boleh zat makanan yg miskin dengan gizi," ujar Siti.

Polemik mengenai susu kental manis timbul menyusul keluarnya Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang 'Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3)'.

Setelah ada surat tersebut, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa selama ini produk susu kental manis tidak memiliki kandungan susu sedikit pun. Namun, hal itu dibantah BPOM.

Dalam konferensi pers pada Senin lalu, Kepala BPOM Penny K Lukito menyatakan, produk susu kental manis masih memiliki kandungan susu yang diolah dan ditambahkan gula.

Baca juga: BPOM: Susu Kental Manis Hanya Pelengkap, Bukan Pengganti ASI


Penulis : Kontributor Jakarta, David Oliver Purba
Editor : Egidius Patnistik