PDI-P Anggap Wajar Isu Pansus KPK Dimanfaatkan Jadi Bahan Kampanye

Jumat, 22 September 2017 | 16:52 WIB

Rapat panitia khusus hak angket KPK bersama mantan hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin Umar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Rapat panitia khusus hak angket KPK bersama mantan hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin Umar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum menentukan apakah perpanjangan masa kerja panitia khusus hak angket DPR terhadap KPK dibutuhkan atau tidak.

Seiring dengan pro dan kontra yang bermunculan, Bendahara Fraksi PDI-P, Alex Indra Lukman menilai wajar jika isu hak angket KPK dijadikan bahan kampanye oleh partai yang berada di luar keanggotaan pansus.

Ia menegaskan, PDI-P berada dalam pansus adalah untuk mengungkap kebenaran.

Adapun enam partai yang mengirimkan wakilnya ke pansus merupakan partai pendukung pemerintah, termasuk PDI-P.

"Dalam sebuah proses politik wajar saja kemudian ada yang manfaatkan, ada yang membentuk opini, itu sebuah keniscayaan," kata Alex saat dihubungi, Jumat (22/9/2017).

(baca: Fahri Hamzah Anggap Jokowi Dukung Kerja Pansus Angket KPK)

Pro-kontra yang muncul, menurut dia, adalah sebuah persepsi yang wajar. Menurut dia, KPK sebagai objek hak angket seharusnya datang ke rapat pansus untuk menjawab sekaligus mengklarifikasi temuan pansus.

Hal itu diharapkan dapat meredakan pro-kontra yang berkembang di masyarakat.

Adapun mengenai wacana perpanjangan masa kerja pansus, PDI-P masih terus menelaah temuan yang ada.

"Sampai sekarang belum ada keputusan. Kami masih menelaah laporan-laporan dari kawan-kawan yang ada di pansus," ucap Anggota Komisi V DPR itu.

(baca: Pansus DPR Dinilai Kehabisan Bahan untuk Menyerang KPK)

Terkait hal ini, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat dihubungi enggan berkomentar banyak dan menyerahkannya kepada pimpinan fraksi PDI-P.

Alex menuturkan, untuk beberapa hal memang ada pendelegasian dari DPP kepada fraksi. Hal itu juga dianggap wajar karena Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto juga merupakan Wakil Sekjen PDI-P.

"Garis besar mungkin arahan DPP tapi hal teknis atau penjabarannya kan lebih kepada pimpinan fraksi," tuturnya.

(baca: Tingkah Pansus Angket KPK Buat Kita Geleng-geleng Kepala...)

Adapun masa berakhir pansus adalah 28 September 2017. Namun, tenggat waktu itu sudah semakin dekat mengingat hingga saat ini KPK belum juga memenuhi undangan dan mengklarifikasi temuan Pansus.

Akhirnya, muncul wacana memperpanjang kerja Pansus Hak Angket.

Politisi Partai Demokrat Benny Kabur Harman sebelumnya menilai, isu pelemahan KPK bisa menjadi salah satu bahan kampanye partainya pada Pemilu 2019.

(baca: Tuduhan Pansus terhadap Agus Rahardjo Dinilai Hendak Jatuhkan KPK)

Menurut dia, Demokrat bisa memaparkan kepada masyarakat bahwa pernah ada upaya melemahkan KPK yang dilakukan sejumlah partai.

Upaya pelemahan tersebut dilakukan melalui Panitia Khusus Hak Angket terhadap KPK yang saat ini tengah berjalan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Keanggotaan Pansus Angket KPK diisi oleh barisan partai pendukung pemerintahan Joko Widodo yaitu PDI-P, Partai Golkar, Nasdem, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional.

Sementara, empat parpol lain tidak tergabung dalam angket, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat.

"Bukan tidak mungkin juga kami yang tak mendukung Pansus akan menjadikan isu ini sebagai jualan," kata Benny dalam diskusi yang digelar Para Syndicate di Jakarta, Jumat (15/9/2017).

"Mana yang Anda pilih, parpol pendukung Pansus Angket untuk membekukan KPK atau kami? Kan begitu kampanye kami toh," tambah Benny.

Kompas TV Anggota panitia khusus angket KPK mengaku menerima laporan dugaan korupsi terhadap Agus Rahardjo saat menjabat Ketua LKPP.




Penulis : Nabilla Tashandra
Editor : Sandro Gatra