PPP Bantah Ada "Barter" Kenaikan Dana Parpol dengan Pembahasan RUU Pemilu

Rabu, 5 Juli 2017 | 11:57 WIB

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Baidhowi membantah adanya kaitan antara kenaikan dana bantuan partai politik (parpol) dengan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu.

Ia menegaskan, tak ada barter antara kenaikan dana bantuan parpol dengan pasal-pasal di RUU Pemilu.

"Enggak, ini enggak ada barter-barteran. Ini dua hal yang berbeda. Satu ranahnya partai politik, satu ranahnya Undang-Undang Pemilu," ujar Baidhowi alias Awiek, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rab (5/7/2017).

Wacana kenaikan dana bantuan parpol, kata dia, sudah muncul sebelum pembahasan RUU Pemilu.

Hanya, gaungnya muncul bersamaan dengan pembahasan RUU Pemilu yang saat ini hampir selesai.

Baca: Fadli Zon Sebut Jokowi Intervensi Parpol soal "Presidential Threshold"

Kenaikan dana bantuan parpol dari Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000, awalnya diusulkan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Usulan tersebut lantas disampaikan ke Kementerian Keuangan dan DPR dan disetujui.

"Tetapi baru kelarnya sekarang. Kan ramai karena baru disetujui Menkeu (Menteri Keuangan). Enggak ada barter ya, enggak ada. Dan yakin tidak akan menjadi lahan korupsi. Karena dana itu tidak jatuh gelontoran, pencairannya bertahap sesuai termin," lanjut Awiek.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai, rencana pemerintah menaikkan dana bantuan untuk partai politik (parpol) merupakan bagian dari upaya pemerintah memuluskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

Hingga saat ini, pembahasan RUU Pemilu masih buntu pada isu presidential threshold (PT).

Baca: "Presidential Threshold", Wiranto Nilai Jokowi Belum Perlu Terlibat

Pemerintah bersama PDI-P, Golkar, dan Nasdem bersikeras agar ambang batas pilpres berada di angka 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara.

Adapun Partai Demokrat ngotot agar ambang batas itu dihapuskan.

Sementara itu, Gerindra, Hanura, PPP, PAN, PKS, dan PKB berkompromi agar angka ambang batas sebesar 10-15 persen.

"Memang ini merupakan bagian komitmen pembicaraan dari Undang-Undang Pemilu, sehingga jika itu direalisasikan, barangkali pembicaraan Undang-Undang Pemilu jadi lebih mulus lagi," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/7/2017).

Kompas TV Lantas seperti apa hasil dari rapat pembahasan RUU pemilu yang digelar?




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary