Menurut Yusril, Seharusnya Tak Ada "Presidential Threshold" di Pemilu 2019

Kamis, 22 Juni 2017 | 06:38 WIB

Fachri Fachrudin Pakar Hukum Tata NegaraYusril Ihza Mahendra di sela acara buka puasa bersama DPP Partai Bulan Bintang yang dilaksanakan di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta, Rabu (21/6/2017)

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai, tidak tepat jika ketentuan ambang batas untuk pencalonan presiden (presidential threshold) diterapkan pada Pemilu Serentak 2019.

Menurut dia, akan muncul problematika untuk menetapkan dasar perhitungannya.

"Bagaimana menghitung presidential threshold kalau pemilu diadakan serentak? Kan tidak mungkin," kata Yusril, seusai acara buka puasa bersama DPP Partai Bulan Bintang, di Jakarta, Rabu (21/6/2017).

Yusril juga menanggapi sikap pemerintah yang ngotot menginginkan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen, yakni 20 persen kursi dan 25 persen suara nasional.

Menurut Yusril, angka tersebut tidak menjamin bahwa presiden yang terpilih nantinya akan mendapat dukungan parlemen.

Baca: RUU Pemilu Tersandera "Presidential Threshold"...

"Apa sih angka 20-25 persen? Kalau dibilang Pak Tjahjo (Mendagri Tjahjo Kumolo) supaya Presiden memperoleh dukungan parlemen, kalau yang dukung 20 persen tapi 80 persen lainnya enggak dukung, ngapain juga. Enggak ada gunanya juga kan," kata Yusril.

Ia juga mengkritik ancaman pemerintah akan menarik diri jika perdebatan ambang batas tak mencapai titik temu. 

Yusril mengatakan, akan semakin rancu jika pemilu diadakan serentak, sementara peraturannya mengacu pada UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

"Undang-undang yang ada sekarang itu bukan pemilu serentak," kata Yusril.

Oleh karena itu, seharusnya tidak ada ambang batas untuk pencalonan presiden jika pemilu 2019 dilaksanakan serentak.

Jika ambang batas tetap diberlakukan, maka Pemilu 2019 tidak dilakukan secara serentak. Akan tetapi, hal ini mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Putusan MK mengatakan bahwa pemilu serentak harus dilaksanakan 2019," ujar pakar hukum tata negara tersebut.

Kompas TV Lantas seperti apa hasil dari rapat pembahasan RUU pemilu yang digelar?




Penulis : Fachri Fachrudin
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary