Golkar: Sudah Dua Kali "Presidential Threshold" 20 Persen, Kenapa Baru Digugat?

Rabu, 21 Juni 2017 | 14:49 WIB

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di sela acara buka bersama di kediaman dinas Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, mengaku heran  jika nantinya muncul gugatan terhadap besaran presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional.

Ia mengatakan, presidential threshold dengan besaran tersebut sudah pernah digunakan dalam pemilu 2009 dan 2014 dan tak pernah bermasalah.

Oleh karena itu, menurutnya, keberadaan presidential threshold di Pemilu 2019 tak perlu dipermasalahkan.

"Ini sudah dua kali dan ini mau ketiga kalinya ini. Kalau ada yang gugat kenapa baru sekarang digugat. Ini pertanyaan saya," ujar Idrus kepada Kompas.com, Rabu (21/6/2017).

(Baca: RUU Pemilu Tersandera "Presidential Threshold"...)

Ia mengatakan, keberadaan presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional diperlukan untuk menjamin penguatan sistem presidensial di Indonesia.

Oleh karena itu, ia mengatakan, Golkar menjadikan besaran presidential threshold sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sebagai harga mati yang harus diperjuangkan.

"Nah ke depan ini ketiga kalinya ini yang kami lakukan jadi tidak ada masalah. Sehingga, saya kira ini yang kami dorong bersama. Kepentingan kami di sini adalah kepentingan bangsa. Kepentingan kami disini adalah bagaiamana kepentingan menguatkan presidential," lanjut Idrus.

Kompas TV Salah satu aturan yang masih alot dibahas adalah presidential treshold atau ambang batas pencalonan presiden.




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Sabrina Asril