42 Juta Butir Obat Palsu, Pemicu Halusinasi yang Akrab dengan Pelaku Kriminal

Rabu, 7 September 2016 | 07:42 WIB

Nursita Sari Spanduk larangan penjualan obat palsu dan kedaluwarsa dipasang PD Pasar Jaya di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur. Foto diambil Selasa (6/9/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten, digerebek oleh petugas Bareskrim Polri.

Di lokasi tersebut ditemukan berbagai macam mesin produksi, mulai dari pembuatan bahan baku hingga pengemasan.

Tak tanggung-tanggung, obat hasil produksi yang disita dari lokasi jumlahnya 42.480.000 butir dari berbagai merek.

Pabrik tersebut juga mengedarkan obat-obatan secara ilegal. Peredarannya sebagian besar disebar di Kalimantan.

Akrab dengan kriminalitas

Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Antam Novambar mengatakan, mulanya ia mendapat laporan dari Polda di Kalimantan mengenai banyaknya pelaku kriminal yang menggunakan obat palsu ini sebelum melakukan kejahatan.

Jadi, obat-obatan tersebut memicu seseorang untuk berbuat melawan hukum.

"Ada kejadian kekerasan, perkelahian, penusukan, rata-rata tersangkanya minum gini-giniannya (obat) dulu. Kalau dua-duanya minum, halusinasi, maka mereka berkelahi," ujar Antam.

(Baca: Sindikat Obat Palsu Terungkap karena Maraknya Kejahatan di Kalimantan)

Penggunaan obat-obatan tersebut jika berlebihan juga bisa memecah konsentrasi penggunanya dan membahayakan diri sendiri serta orang lain.

Setelah itu, Bareskrim Polri membuka penyelidikan soal produksi dan peredaran obat palsu sejak delapan bulan lalu.

Bahkan, Antam menyebut orang banyak menyalahgunakan obat-obatan ini karena efeknya seperti narkoba, namun jauh lebih murah.

"Obat begini palingan Rp 1.000-2.000. Narkoba bisa jutaan. Ini lebih berbahaya," kata dia.

(Baca juga: Polisi Gerebek Lima Gudang di Banten, Ditemukan 42 Juta Butir Obat Palsu)

Dari penyelidikan sementara, konsumennya tak hanya orang dewasa, tapi juga remaja dan anak-anak.

Obat-obatan palsu itu tidak dijual di apotek dan toko obat yang terpercaya. Pelaku diduga menyelundupkannya di toko obat yang letaknya terpencil dan informasinya menyebar lewat mulut ke mulut. Hingga saat ini, polisi belum menetapkan tersangka.

Efek halusinasi

Ketua BPOM Penny Lukito mengatakan, obat yang dipalsukan rata-rata merupakan obat pereda sakit. Obat-obatan tersebut antara lain Carnophen, Trihexyphenydyl, Heximer, Tramadol, dan Somadryl.

Salah satu obat yang dipalsukan yaitu obat anti nyeri dengan merek Tramadol. Jika disalahgunakan dapat menimbulkan halusinasi.

"Kalau disalahgunakan, bisa memberikan efek halusinasi dan efek negatif. Dia jadi berani, berbuat kriminal," ujar Penny.

(Baca: BPOM Sebut Obat Palsu Produksi Banten Beri Efek Halusinasi dan Picu Kejahatan)

Efek halusinasi bisa ditimbulkan dari obat pereda nyeri jenis Carnophen dan Somadryl. Dalam kedua obat tersebut ditemukan kandungan aktif Carisoprodol yang bisa menimbulkan efek halusinasi jika digunakan berlebihan.

Ada juga obat yang izin edarnya di Indonesia sudah ditarik, namun masih diproduksi.

"Obat batuk Dextrometorphan sering disalahgunakan karena menimbulkan efek halusinasi. Padahal sudah dilarang peredarannya oleh BPOM," kata Penny.

Tak hanya obat-obatan kimiawi, ditemukan juga obat tradisiona yang dipalsukan. Semestinya bahan baku obat tradisional itu adalah tumbuhan herbal, namun pelaku menambahkan bahan kimia yang berbahaya.

Penny mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan adanya gerak gerik penyebaran obat palsu di lingkungan mereka.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak membeli obat di sembarang tempat dan tak mengkonsumsinya berlebihan. Pembelian obat yang benar harus sesuai resep dokter, terlebih lagi untuk obat-obatan tertentu yang tak bisa dibeli sembarangan di toko obat.

Kompas TV Hati-Hati! Obat Kedaluwarsa & Ilegal Ancam Kesehatan




Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita
Editor : Bayu Galih