Risiko Kesehatan di Balik Peredaran Obat Kedaluwarsa dan Kosmetik Palsu

Selasa, 6 September 2016 | 11:43 WIB

Ambaranie Nadia K.M Bareskrim Polri bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan merilis penggerebekan lima gudang obat palsu dan ilegal di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/9/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya membongkar peredaran obat kedaluwarsa dan produk kecantikan palsu di Jakarta. Obat kedaluwarsa ditemukan beredar di sebuah toko di Pasar Pramuka.

Tersangkanya, M (41), mengaku selama setahun terakhir mengumpulkan obat kedaluwarsa, menghapus tanggalnya, dan mencetak tanggal yang baru di rumahnya di bilangan Utan Kayu, Jakarta Timur.

Ia lalu mengedarkannya di tokonya sendiri, Toko Mamar Guci yang terletak di lantai dasar rumahnya. Dengan hanya bermodalkan aseton penghapus cat kuku serta cotton bud, M mampu mendulang omzet hingga Rp 100 juta per bulannya.

Saat dibekuk, polisi menyita ribuan obat dalam bentuk strip maupun botol dari rumah dan toko M. Obat ini bermacam-macam merk dan kegunaannya. Mulai dari vitamin, obat kolestrol, diabetes, hingga diare.

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta Dewi Prawitasari mengatakan, praktik semacam ini tidak hanya merugikan konsumen karena tidak mendapat efek pengobatannya, namun juga membawa efek samping yang dapat membahayakan tubuh.

"Obat itu kan bahan kimiawi, yang ketika kedaluwarsa kita sudah tidak bisa menjamin khasiat maupun keamanannya. Bisa saja bahan kimiawi ini bereaksi tidak baik," kata Dewi kepada Kompas.com, Senin malam (6/9/2016).

Yang dapat dilakukan konsumen, kata Dewi, adalah memperhatikan betul penjualan obat ini. Obat yang dijual bebas memiliki tanda dot hijau, kemudian yang dijual bebas namun terbatas penggunaannya, memiliki dot kuning.

Terbatas yang dimaksud adalah hanya aman digunakan di bagian tertentu seperti kulit saja, dikumur saja, dan sebagainya.

"Kalau yang dot merah ada tulisan K warna hitam itu hanya dijual di apotek dan hanya ditebus melalui resep dokter, tidak mungkin dijual sembarangan," kata Dewi.

Jika ditemukan dijual sembarangan, maka bisa jadi itu adalah obat kedaluwarsa, palsu, maupun asli namun diedarkan secara ilegal.

Dewi satu suara dengan polisi yang menduga adanya kemungkinan keterlibatan oknum distributor atau bahkan pabrik obat. Sebab, obat yang disita dari M jumlahnya sangat banyak meliputi 1.963 strip obat kedaluwarsa, 122 strip obat kedaluwarsa yang diganti tanggalnya, 49 botol obat cair, dan 24 karung obat kedaluwarsa berisi ribuan butir.

"Obat itu kan racun, kalau tidak tepat penggunaannya," kata Dewi.

Selain obat kedaluwarsa, polisi juga membongkar praktik produk kecantikan dan kosmetik oplosan. Sebuah rumah di Perumahan STS, Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dijadikan tempat produksi oleh AT (51), dengan 16 karyawan dan telah beroperasi sejak 2013.


AT terbukti telah memproduksi dan mengedarkan produk farmasi berupa paket kosmetik berupa paket kosmetik merk HN, Body lotion merk Drop dan Gluta Panacea, krim pemutih merk Wallet Super, toner pemutih badan dan bekas luka merk Apotik Ratu, minyak kemiri merk Kukui, minyak bulus merk Bulus Putih dan merk lain yang diduga tidak memiliki izin edar dari BPOM RI.

AT memproduksi produk kecantikan dengan merk yang dibuat sendiri maupun memalsukan merk populer. Ia mengoplosnya dengan meracik bahan baku lotion, bubuk, cream, dan sabun yang dibelinya di Pasar Asemka, Jakarta Barat dalam jumlah besar.

Bahan-bahan ini lalu dimasukkan ke dalam wadah yang juga palsu, lalu ditempeli stiker, dan siap diedarkan. Bahan-bahan untuk membuat kosmetik ini dapat ditemukan dengan mudah di Pasar Asemka, Jakarta Barat dalam bentuk bahan lotion dalam bentuk kantong plastik ukuran besar dengan berat 20 kg dengan harga Rp 1 juta.

Kepada polisi, AT mengaku sehari mampu memproduksi hingga 500 paket. Ia menjualnya melalui situs jual beli elevania.com dan secara langsung ke Pasar Asemka. Sebulan, AT bisa mengantongi keuntungan hingga Rp 30 juta.

"Kalau dipakai, kosmetik ini bisa bikin gatal-gatal, tergantung reaksi kulit masing-masing orang, bisa juga kanker kulit jika dipakai berkepanjangan," kata Dewi.

Dewi menyayangkan peredaran obat dan kosmetik di pasar yang menjangkau masyarakat kelas menengah ke bawah. Masyarakat diimbau untuk berhati-hati berbelanja. Produk palsu dapat dicurigai dari harganya yang terlampau murah.

"Harus dipastikan apakah wujudnya sama dengan produk aslinya, apakah ada yang janggal, kalau terlampau murah itu patut dicurigai barang palsu," kata Dewi.

Dewi mengingatkan, yang perlu dilakukan ketika berbelanja produk farmasi adalah mengecek KLIK. Pertama, kemasan, apakah rusak atau tidak layak. Kemudian label, yang memberi informasi kandungan serta kegunaan produk. Setelah itu izin, harus tercantum dalam kemasan izin dari BPOM RI. Terakhir, tanggal kedaluwarsa harus dipastikan belum lewat.

Kompas TV Petugas Lakukan Sidak Obat dan Kosmetik Berbahaya




Penulis : Nibras Nada Nailufar
Editor : Ana Shofiana Syatiri