Pedagang Malioboro Yogya Pasang Bendera Putih Tanda Menyerah: Kami Tak Bisa Apa-apa Lagi

Jumat, 30 Juli 2021 | 12:05 WIB

Bendera putih dipasang disepanjang jalan Malioboro tanda PKL menyerah hadapi pandemi, Jumat (30/7/2021)KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO Bendera putih dipasang disepanjang jalan Malioboro tanda PKL menyerah hadapi pandemi, Jumat (30/7/2021)

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Bendera putih terpasang di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (20/7/2021) pagi.

Pemasangan bendera putih ini menyimbolkan bahwa para pedagang sudah menyerah untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Sejak pandemi Covid-19 para pedagang baik itu pedagang kaki lima (PKL) maupun pedagang lesehan kesulitan mencari nafkah, karena diberlakukannya beberapa aturan terkait dengan pembatasan mobilitas.

Sebagai contoh, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat maupun PPKM level.

Baca juga: PPKM Level 4 Diperpanjang, PKL di Malioboro Boleh Kembali Berjualan tapi...

Pantauan Kompas.com bendera putih dipasang dari mulai jalan masuk Malioboro hingga di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta.

Mereka memasang bendera dengan menggunakan potongan bambu dan diikat pada pagar pelindung tanaman.

Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro, Desio Hartonowati mengatakan saat PPKM level diberikan kelonggaran untuk dine in, pedagang lesehan tetap kesulitan mendapatkan pelanggan.

"Pedagang kuliner, kami tetap tidak bisa jualan. Dengan rentang waktu 1,5 jam kami tidak bisa jualan, tetap tutup total," katanya saat ditemui di Malioboro, Kota Yogyakarta, Jumat (30/7/2021).

Baca juga: Jeritan Pedagang Malioboro, Tak Bisa Berjualan Saat PPKM Darurat, Kini Terlilit Utang

Ia mengungkapkan, kesulitan pedagang lesehan untuk berjualan karena adanya aturan jam buka, yakni maksimal pukul 20.00 WIB. Sedangkan para pedagang lesehan memulai berjualan pada sore hari.

"Kita buka pukul 18.00 WIB, aturan jam 20.00 WIB tutup. Kami minta kebijakan pemerintah daerah supaya bisa berjualan sampai pukul 23.00 WIB," katanya.

Menurutnya, pemasangan bendera putih ini bukanlah bentuk protes kepada pemerintah tetapi merupakan ungkapan perasaan para pedagang bahwa mereka merasa kesulitan menghadapi pandemi, yang membuat ekonomi mereka lumpuh.

"Bukan protes, imbauan supaya mengerti perasaan PKL bahwa ekonomi lumpuh total tidak ada pedagang tidak ada pengunjung," kata dia.

"Menyerah secara universal. Kami enggak bisa berbuat apa-apa lagi," ungkapnya.

Disinggung terkait bantuan dari pemerintah, Desi mengatakan saat ini bantuan belum efektif. Sebab, bantuan disalurkan melalui koperasi yang menaungi paguyuban di Malioboro.

Sementara sekarang ini paguyuban yang dinaungi oleh koperasi hanya ada dua.

"Sementara yang dua dinaungi koperasi baru dalam proses. Kemudian 9 paguyuban lain belum ada akses ke sana. Kami minta solusi pemda supaya paguyuban dapat dana pinjaman bergulir," ujar dia.

Bantuan modal dibutuhkan para pedagang mengingat dari awal pandemi hingga saat ini sudah ada 3 ribuan pedagang yang terdampak.

Sebagian besar dari mereka sudah kehilangan modal karena tergerus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sementara itu, pedagang kaki lima (PKL) Malioboro, Dimanto (64) mengungkapkan, sejak pandemi Covid-19, dirinya belum mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.

Aksi pemasangan bendera putih ini sekaligus untuk mengetuk hati pemerintah agar memberikan sedikit bantuan kepada para pedagang di Malioboro.

"Ya kalau kaki lima parah, terutama kuliner. Karena sejak Covid-19 ada belum pernah ada bantuan apapun dari pemerintah. Kita mengetuk hati pemerintah supaya memberikan sedikit bantuan kepada terutama pedagang kaki lima yang ada di Malioboro," katanya.

Kondisi saat ini, menurutnya, cukup berat, karena sekarang ini diperbolehkan berjualan tetapi akses masuk Malioboro masih ditutup sehingga belum banyak pengunjung yang datang.

"Sekarang lebih berat,diperbolehkan jualan tapi akses jalan masih ditutup. Kita membuat makanan thok tapi tak bisa jual. Pembeli belum ada. Kalau akses dibuka mungkin banyak pembelinya. Kalau sekarang ditutup belum ada pembeli," katanya.

"Kita jualan sehari bisa nutup kulakan saja sudah Alhamdulillah," katanya.


Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo
Editor : Khairina