Kemenristek Dikti Diminta Kembangkan Teknologi Pengolahan Emas Non-Merkuri

Senin, 5 Februari 2018 | 14:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) diminta mengembangkan teknologi pengolahan hasil sumber daya alam (SDA) khususnya pertambangan di Maluku.

Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristek Dikti, Jumain Appe seusai bertemu Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Senin (5/2/2018).

"Di sana ada pertambangan emas yang potensi cukup besar. Itu bagaimana masyarakat Ambon dan sekitarnya bisa menikmati hasil pertimbangan kita," kata dia.

Selama ini, industri pertambangan di Maluku hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar.

"Selama ini dilakukan oleh perusahaan besar. Pak Wapres mengharapkan itu tidak lagi dilakukan perusahaan besar, tetapi diberikan juga bagian daripada masyarakat itu," kata dia.

Oleh karena itu, Kemenristek Dikti diminta mengembangkan teknologi pengolahan emas non-merkuri. 

Alasannya, pertambangan rakyat selama ini disinyalir merusak lingkungan karena menggunakan merkuri.

"Sehingga banyak yang dilarang. Oleh karena itu, kita mengembangkan pengolahan emas non-merkuri. Saat ini sudah kita lakukan di Pulau Buru, di mana bisa 4 ton per hari. Itu cukup untuk skala masyarakat," kata dia.

Harapannya, dengan teknologi pengolahan emas non-merkuri tersebut, industri pertambangan emas akan dilakukan sendiri oleh masyarakat Indonesia.

"Selama ini 95 persen itu dilakukan oleh perusahaan besar. Itulah harapan Wapres kepada Kemenristek Dikti. Bagaimana pendidikan tinggi seperti Universitas Pattimura mengembangkan teknologi-teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat," ujar dia.







Penulis : Moh. Nadlir
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary