Mantan Hakim MK: Hakim Cepi Langgar Hukum Acara di Praperadilan Novanto

Rabu, 18 Oktober 2017 | 14:28 WIB

Hakim tunggal Cepi Iskandar (kanan) memimpin sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/9/2017). Sidang praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek E-KTP Setya Novanto itu ditunda hingga tanggal 20 September karena pihak KPK meminta penundaan sidang untuk menyiapkan dokumen dan administrasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt/17ANTARA FOTO/RENO ESNIR Hakim tunggal Cepi Iskandar (kanan) memimpin sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/9/2017). Sidang praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek E-KTP Setya Novanto itu ditunda hingga tanggal 20 September karena pihak KPK meminta penundaan sidang untuk menyiapkan dokumen dan administrasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt/17

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan menilai, hakim Cepi Iskandar telah melanggar mekanisme hukum acara pidana saat sidang praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Saat sidang praperadilan, hakim Cepi menolak permohonan Biro Hukum KPK untuk memutar rekaman yang menjadi landasan penetapan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

"Dia tidak patuh pada hukum acara. Hakim tidak boleh menolak bukti dari para pihak. Orang mau dihukum mati aja harus didengar pendapatnya," ujar Maruarar dalam diskusi Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) terkait praktik korupsi di lembaga peradilan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

(baca: KPK Ingin Putar Rekaman di Sidang Praperadilan Novanto, Hakim Menolak)

Maruarar juga menilai alasan hakim Cepi menolak pemutaran rekaman tidak bisa dijadikan pembenaran.

Saat itu, hakim Cepi beralasan meski pembuktian penting, namun tetap harus ada perlindungan HAM.

Cepi tak masalah rekaman diputarkan jika tak ada nama-nama tertentu yang disebutkan di dalamnya.

Namun, ia tak setuju rekaman diputar jika ada nama-nama tertentu yang disebutkan.

(baca: Ketua KPK Kecewa Hakim Praperadilan Novanto Tolak Pemutaran Rekaman)

Cepi meminta agar rekaman itu diserahkan saja kepadanya dalam bentuk digital. Nantinya, ia akan menilai apakah rekaman itu bisa dijadikan bukti atau tidak.

Karena hakim menolak, rekaman tersebut akhirnya tidak jadi diputarkan. KPK juga tidak jadi menyerahkan rekaman itu kepada hakim sebagai bukti.

Menurut Maruarar, Cepi seharusnya bisa mengabulkan permintaan KPK dan memutuskan sidang tersebut digelar tertutup.

"Itu sidang bisa tertutup. Kalau itu sudah dilakukan maka saya bisa bilang dia tidak melakukan pelanggaran," kata Maruarar.

(baca: Ketua KY: Hakim Cepi Sudah Empat Kali Dilaporkan)

Hakim Cepi sebelumnya menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya, penetapan tersangka Novanto oleh KPK dianggap tidak sah.

Dampaknya, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto terkait kasus e-KTP.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang di dalamnya terdapat Indonesia Corruption Watch (ICW), Madrasah Anti Korupsi (MAK) Muhammadiyah, dan Tangerang Public Transparancy Watch (Truth) melaporkan hakim Cepi ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung.

Para pelapor melihat sejumlah kejanggalan dalam sidang praperadilan tersebut.

Adapun KPK memastikan akan menerbitkan kembali surat perintah penyidikan yang baru untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka.

Kompas TV KPK mempelajari kemungkinan menerbitkan surat perintah penyidikan baru, dalam kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka ketua DPR Setya Novanto.




Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Sandro Gatra