Pimpinan KPK Nilai Pertimbangan Hakim Praperadilan Setya Novanto Tidak Biasa

Kamis, 5 Oktober 2017 | 18:41 WIB

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif hadir dalam diskusi di Ruang Rapat Lantai 3 PAU Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2017), yang mengangkat tema Bebasnya Sang Papa, Senjakala Pemberantasan Korupsi di Indonesia?.Kompas.com/Robertus Belarminus Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif hadir dalam diskusi di Ruang Rapat Lantai 3 PAU Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2017), yang mengangkat tema Bebasnya Sang Papa, Senjakala Pemberantasan Korupsi di Indonesia?.

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menilai, pertimbangan hakim praperadilan yang menangani perkara Setya Novanto melawan KPK sebagai sesuatu yang tidak biasa.  

Syarif merujuk pada pernyataan hakim yang menyebutkan bahwa dalam menetapkan tersangka, KPK lebih mengikuti ketentuan UU KPK, dibanding aturan di KUHAP.

"Pertimbangan yang dilakukan oleh hakim itu yang hanya mendasarkan pada KUHAP, tanpa melihat juga Undang-Undang KPK itu sendiri, itu adalah agak memang tidak biasa dalam setiap persidangan," kata Syarif.

Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi di Ruang Rapat Lantai 3 PAU Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2017), yang mengangkat tema "Bebasnya Sang Papa, Senjakala Pemberantasan Korupsi di Indonesia?".

Baca: Tujuh Alasan Koalisi Antikorupsi Laporkan Hakim Praperadilan Novanto ke MA

Syarif mengatakan, KPK mengikuti UU KPK dalam menetapkan tersangka karena memang KPK bersifat khusus.

"Dan (dalam) Undang-Undang KPK ada beberapa hukum acara yang berbeda dengan dengan hukum acara pidana," ujar Syarif.

Syarif juga menjelaskan bahwa KPK sudah menyidik Novanto sejak Juli 2013. Sejak saat itu hingga putusan praperadilan Novanto dikabulkan, KPK sudah memeriksa lebih dari 110 saksi.

KPK juga memiliki lebih dari 400 bukti dokumen dan surat, serta bukti lainnya. 

Dengan bukti-bukti yang ada, KPK telah ditemukan indikasi semakin kuat bahwa Novanto terlibat bersama pihak lain dalam proyek e-KTP.

Baca juga: Menangkan Setya Novanto, Hakim Cepi Dilaporkan ke Badan Pengawas MA

"Jadi kami bukan hanya dapatkan dua (alat bukti), tetapi sudah lebih," ujar Syarif.

Oleh karena itu, kata Syarif, sesuai Pasal 1 ayat 14 KUHAP, bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti pemulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

"Jadi, jika mengacu Pasal 1 Ayat 14 itu maka sudah sewajarnya KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan dasar menimal dua alat bukti, menetapkan tersangka. Jadi undang-undang KPK kita penuhi, KUHAP nya juga kita sudah penuhi," ujar Syarif.

Kompas TV Langkah apa yang masih bisa diambil KPK? Bagaimana kondisi di internal Golkar saat ini?




Penulis : Robertus Belarminus
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary