Baru Dibuka, Rapat Paripurna RUU Pemilu Langsung Ricuh

Kamis, 20 Juli 2017 | 23:44 WIB

suasana rapat paripurna yang sempat ricuh Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com suasana rapat paripurna yang sempat ricuh

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat Paripurna pengambilan keputusan Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Kamis (20/7/2017) kembali dibuka pukul 22.30 WIB setelah diskors sejak pukul 14.00 WIB.

Awalnya masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya setelah melakukan lobi. Keenam fraksi yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB menginginkan agar malam ini dilakukan voting terkait lima isu krusial termasuk presidential threshold.

Namun, tiga fraksi lainnya yakni PKS, Gerindra, dan PAN menginginkan agar isu presidential threshold diputuskan Senin (24/7/2017).

Sedangkan ketiganya bersepakat empat isu krusial lainnya yakni parliamentary threshold, sistem pemilu, metode konversi suara, dan jumlah suara perdaerah pemilihan bisa diputuskan malam ini.

Sementara itu, Partai Demokrat mempersilakan keputusan terkait lima isu krusial dilakukan malam ini meskipun mereka tak akan bertanggungjawab dengan hasil voting tersebut.

"Sebab kami memandang isu presidential threshold secara prinsipil dan tak bisa ditawar," ujar Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukriyanto.

Namun setelah pandangan fraksi itu, sejumlah anggota dewan langsung menyatakan interupsi. Saling interupsi kemudian tak terhindarkan.

Beberapa mempersoalkan sikap pimpinan yang terkesan mengulur waktu. Diketahui, pada rapat paripurna kali ini dipimpin oleh Fadli Zon.

Fadli dianggap berpihak dengan memberikan kesempatan kepada PAN untuk interupsi. Padahal, hasil lobi sudah menyepakati agar rapa paripurna segera voting untuk menentukan apakah rapat paripurna memutuskan RUU Pemilu malam ini atau ditunda Senin.

"Usaha boleh tapi kalau sudah keputusan lobi ya harus dihormati dan dijalankan," kata Akbar Faisal.

"Pimpinan berpihak," sahut anggota dewan yang lain.

Setelah desakan itu, Fadli akhirnya langsung memutuskan untuk rapat menggelar voting.

Pengambilan keputusan RUU Pemilu masih cukup alot dalam rapat paripurna, Kamis (20/7/2017). Setidaknya masih ada tiga opsi paket yang berkembang di dalam forum.

Paket A terdiri dari presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, metode konversi suara sainte lague murni, dan jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10.

Ada enam fraksi yang mendukung opsi ini yakni PDI-P (109 kursi), Golkar (91 kursi), Hanura (16 kursi), PKB (47 kursi), dan Nasdem (35 kursi).

Paket yang dipilih oleh keenam fraksi tersebut sedianya sama dengan usulan pemerintah, terutama dalam hal presidential threshold.

Sementara opsi paket B yakni presidential threshold 0 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, metode konversi suara kuota hare, dan jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10 masih menginginkan musyawarah mufakat.

Ketiga fraksi yang mendukung opsi ini yakni Gerindra (73 kursi), PKS (40 kursi), dan Demokrat (61 kursi).

Opsi lainnya dimunculkan yakni Opsi C. Opsi C mencakup presidential threshold 10-15 persen, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10, dan metode konversi suara kuota hare.

Opsi C dimunculkan oleh PAN (49 kursi).

Seluruh fraksi sepakat agar RUU Pemilu diputuskan melalui musyawarah mufakat. Namun, apabila hal tersebut tak bisa dilakukan, maka voting akan ditempuh.

Kompas TV Ini Survei Harian Kompas Soal Sistem Pemilu Ideal




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Sabrina Asril