"Presidential Threshold" Jadi Bahasan Paling Alot di Pansus Pemilu

Jumat, 9 Juni 2017 | 09:46 WIB

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy seusai acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu menunda pengambilan keputusan lima isu krusial. 

Seharusnya, kelima isu itu diputuskan pada Kamis (8/6/2017) kemarin.

Lima isu krusial tersebut yakni parliamentary threshold, presidential threshold, district magnitude, metode konversi suara, dan sistem pemilu.

Pembahasan kelima isu krusial tersebut buntu.

Isu presidential threshold menjadi isu yang paling alot dibahas.

"Sebenarnya kami sudah berusaha menggoda bagaimana yang paling berat dulu presidential threshold untuk diputuskan, tapi ditanggapi harus tetap menyeluruh oleh teman-teman," ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Ia mengatakan, pembahasan alot karena pemerintah juga berkepentingan dalam isu tersebut.

Baca: Demi Pluralitas Calon, Jimly Usul "Presidential Threshold" Dihapus

Dalam draf usulannya, pemerintah menginginkan agar angka presidential threshold sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Sementara itu beberapa partai seperti PKB, PAN, dan Gerindra menginginkan agar angka presidential threshold tak sebesar itu.

Sedangkan Demokrat menginginkan agar presidential threshold dihapuskan.

"Jadi sudah kami beri kesempatan sampai Selasa depan untuk melakukan lobi. Kalau sampai Selasa depan tak ada hasil tetap kami ambil keputusan," papar politisi PKB itu.

Kompas TV Pemerintah Tak Khawatir Penambahan Bebani Anggaran




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary