Perjuangan Kembar Lena-Leni, Anak Buruh Tani yang Kini Jadi Atlet Sepak Takraw

By - Sabtu, 25 Agustus 2018 | 17:17 WIB
Lena dan Leni, saudara kembar, yang merupakan atlit sepak takraw putri yang bergabung di timnas Indonesia pada Asian Games 2018.
Lena dan Leni, saudara kembar, yang merupakan atlit sepak takraw putri yang bergabung di timnas Indonesia pada Asian Games 2018. (Dok. Lena)

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak ada usaha yang sia-sia. Tak ada keringat yang terbuang percuma.

Kata-kata ini mungkin bisa menggambarkan usaha, kerja keras, dan semangat tak pantang menyerah dari Lena-Leni (29), dua atlet timnas sepak takraw putri Indonesia yang ikut bertarung di Asian Games 2018.

Jalan yang mereka lalui tak mudah. Namun, dengan keteguhan dan keyakinan, keduanya kini bisa meraih mimpinya: membahagiakan kedua orangtua,

Lena-Leni adalah anak pasangan Surtinah dan Toni'ah yang berprofesi sebagai buruh tani di daerah asalnya, Desa Karangkerta, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/8/2081), Lena berkisah tentang perjalanan yang dilalui bersama saudari kembarnya, Leni, hingga akhirnya bergabung dalam timnas sepak takraw putri Indonesia.

Ia mengakui, semangatlah yang mengantarkannya meraih apa yang dijalani saat ini.

Ikut sepak takraw agar bisa sekolah

Lena mengisahkan, masa kecil yang dilaluinya bersama Leni dan seorang adik bungsunya, penuh dengan keterbatasan.

Penghasilan kedua orangtuanya sebagai buruh tani sangat terbatas dan tak bisa membiayai pendidikannya.

Kondisi ini justru tak membuat Lena-Leni patah semangat. Kesukaan dan bakat di bidang olahraga dimanfaatkannya untuk mendapatkan kemudahan menjalani pendidikan.

Awalnya, Lena-Leni menekuni olahraga bola voli. Selepas SMP, keduanya beralih ke sepak takraw demi bisa mendapatkan beasiswa pendidikan di SMA.

"Saya dan Leni ikut sepak takraw karena dapat informasi bahwa ada beasiswa di SMA kalau ikut takraw. Tanya temen, mau ikut takraw karena katanya sekolahnya bisa gratis gitu. Jadi ya udah, kami mendadak ke takraw karena mau sekolah itu, sekitar tahun 2006," ujar Lena.

Olahraga memang telah akrab dengan keduanya, mulai dari sepak bola, bulutangkis, hingga atletik.

"Bakat kami ada di olahraga, jadi ketika pindah ke takraw, enggak terlalu susah penyesuaiannya," kata Lena, kelahiran 7 Juni 1989.

Lena mengatakan, salah seorang yang berjasa mengantarkannya hingga berhasil menjadi atlit timnas adalah almarhum Sunata, gurunya saat SMP.

Menurut Lena, Sunata melihat bakat pada dirinya dan Leni.

Ketika tamat SMP, sang guru menanyakan kelanjutan pendidikannya. Kepada Sunata, Lena mengungkapkan bahwa ia kemungkinan tak akan melanjutkan ke bangku SMA karena tak memiliki biaya.

"Dibilang saya enggak sekolah, dia (Sunata) kepikiran, Almarhum datang ke seorang guru sma. Katanya, datang saja ke sekolah. Tapi saya enggak punya uang, mau buat bayar seragam. Malu juga meski dikasih tahu bisa bayar sambil jalan. SPP memang enggak bayar,tapi seragam bayar," kisah Lena.

Akhirnya, untuk melunasi biaya seragam saat SMA, Lena bekerja sampingan dengan menjadi buruh cuci di rumah tetangganya.

"Dan sekarang, saat saya dan Leni sudah seperti ini, Pak Sunata sudah enggak ada. Dia yang dari nol membawa aku dan Leni," kata Lena.

Selepas SMA, Lena dan Leni mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di sebuah universitas di Indramayu. Hukum adalah jurusan yang dipilih keduanya.

Membahagiakan orangtua

Kilas balik, sejak kecil, Lena dan Leni punya keinginan kuat untuk membawa keluarganya keluar dari keterbatasan ekonomi.

"Bapak saya petani, tapi bukan garap sawah sendiri, punya orang. Waktu kecil serba kekurangan, sekolah enggak pernah bawa bekal. Untung sekolah enggak jauh dari rumah. Saat istirahat, kalau teman-teman jajan, kami lari pulang ke rumah. Minum, makan yang ada, kalau sudah kenyang balik lagi," cerita Lena.

Meski hidup serba kekurangan, Lena dan Leni punya tekad kuat untuk membawa keluarganya keluar dari keterbatasan ekonomi. Anjuran menjadi TKI di luar negeri tak diturutinya.

"Aku yakin bisa bahagiain orangtua. Yakin bisa. Awalnya disuruh jadi TKI enggak mau. Yakin aku bisa ngasih uang ke emak dan bapak, tapi bukan dari TKI.Pasti ada jalannya. Makanya, kami terjun ke olahraga enggak setengah-setengah," ujar dia.

Pilihannya menekuni dunia olahraga tak salah. Pada 2006, tak lama setelah memilih mengikuti sepak takraw, ia dan Leni mengikuti tim sepak takraw bertanding di kejuaraan daerah dan mendapatkan perunggu.

Prestasinya meningkat saat mengikuti tim yang bertarung pada Pekan Olahraga Pelajar tingkat daerah se-Jawa Barat dan berhasil menjadi juara.

"Setelah itu, dari dinas Indramayu, dapat beasiswa gratis sekolah," kata Lena.

Selanjutnya, Lena dan Leni mengikuti Pekan Olahraga Daerah dan Kejurnas mewakili Jawa Barat, masih di tahun yang sama, 2006.

Pada 2007, keduanya mendapatkan panggilan untuk bergabung di pelatnas.

"Dua-duanya masuk pelatnas. Kami bareng terus. Alhamdulillah. Kalau satunya enggak ada, pasti yang satu nyariin, jadi harus bareng," ujar dia.

Kini, Lena dan Leni bersyukur, jalan yang dipilihnya tak sia-sia. Impian membahagiakan orangtua juga menjadi kenyataan.

"Dari dulu, saya hanya ingin membahagiakan orangtua. Dan sekarang mereka ikut bahagia. Setidaknya bisa mengubah dari kehidupan yang dulu," kata Lena.

Ia juga berharap, bersama Leni, bisa memberikan prestasi terbaik timnas sepak takraw putri pada Asian Games 2018. Semangat Lena-Leni, semoga berhasil!

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Asal Muasal Desain Medali Asian Games 2018


Kompas TV Dengan cabor non olimpic itulah Indonesia akan memaksimalkan untuk mendapatkan medali emas
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Artikel Terkait


Close Ads X