Kompas.com
Minggu, 7 Juli 2024

Rayakan Perbedaan

TAG

Gencar Sosialisasi Potensi Tsunami di Selatan Jatim, BMKG Tak Ingin Tragedi Palu Terulang

Sabtu, 12 Juni 2021 | 16:40 WIB
Ilustrasi tsunamiShutterstock Ilustrasi tsunami

 

IlustrasiStockSnap/Pixabay Ilustrasi
Tragedi tsunami Palu

Mantan rektor UGM itu menyebutkan beberapa kejadian bencana tsunami di Indonesia yang menjadi contoh ketidaksiapan berbagai pihak menghadapi bencana tsunami.

Tsunami Banyuwangi tahun 1994, tsunami Aceh tahun 2004, tsunami Pangandaran tahun 2006, dan tsunami Palu tahun 2018, ujarnya, adalah contoh ketiadaan kesiapan menghadapi bencana.

Termasuk juga ketiadaan sistem deteksi dini, berikut langkah mitigasinya.

"Contoh kecolongan itu gempa dan tsunami Banda Aceh. Itu tidak ada yang mikir, tidak ada yang tahu, tiba-tiba terjadi begitu saja," ujarnya.

Baca juga: Hanya Tersedia 16 Menit untuk Menyelamatkan Diri jika Tsunami Mengempas Pantai Selatan Blitar

Dwikorita memberikan catatan khusus pada tsunami dan bencana likuifaksi di Palu tahun 2018 yang menelan korban ribuan jiwa sebagai tragedi bencana alam yang sangat dia sesalkan.

Kajian yang bermuara pada adanya potensi gempa bumi diikuti tsunami di Palu, ujarnya, sudah disampaikan oleh seorang ahli geologi ITB bernama Profesor J.A. Katili pada tahun 1970-an.

Menurut Dwikorita, doktor geologi pertama Indonesia itu memprediksi bencana gempa bumi diikuti tsunami akan terjadi pada tahun 2000.

Peringatan itu, ujarnya, sebenarnya direspons positif berbagai pihak termasuk pemerintah daerah dengan terlibat dan memberikan dukungan besar pada upaya membangun kesiapan menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami.

Baca juga: Viral, Video Kuda Penarik Delman Terkapar dan Kejang-kejang di Jalan, Diduga Kelelahan

Meski prediksi terjadinya gempa dan tsunami di tahun 2000 tidak terbukti, BNPB, Bappenas dan perguruan tinggi mengirimkan tim tahun 2009 untuk mendampingi Palu menyiapkan diri menghadapi bencana.

Menurut Dwikorita, selama 5 tahun hingga 2014 telah banyak hal yang dicapai terkait kesiapan menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami di Palu.

Selama itu, ujarnya, masyarakat rutin melakukan latihan mitigasi, evakuasi, dan peta tata ruang kota telah selesai disusun.

Tapi ketika tahun 2014 walikota dan pejabat-pejabat Kota Palu berganti, latihan tidak lagi dijalankan dan peta tata ruang yang dibuat tidak dieksekusi.

"Mungkin capek nunggunya, maka berhenti semua. Tapi, eh, tiba-tiba terjadi (tsunami tahun 2018). Ini fakta dan benar-benar terjadi," tuturnya.

Dwikorita mengatakan, dirinya termasuk orang yang sangat bersedih dan menyesalkan apa yang terjadi di Palu karena juga terlibat dalam proses tersebut.

"Lima tahun kerja keras itu hilang semua, percuma," ujarnya.

Menurutnya, gempa dan tsunami Palu juga merupakan contoh bahwa kapan terjadinya gempa tidak bisa diprediksi secara pasti meskipun adanya potensi terjadinya gempa dapat dideteksi lebih dini.

Justru karena tidak dapat diprediksi kapan persisnya potensi gempa bumi akan terjadi, ujarnya, yang harus dilakukan adalah membudayakan kesiapan menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami.

Baca juga: Bukan 24 Menit, Tsunami yang Berpotensi Terjadi di Selatan Laut Jatim Bisa Capai Pantai Blitar Dalam 20 Menit

Page:

Penulis: Kontributor Blitar, Asip Agus Hasani
Editor : Pythag Kurniati