Airvisual: Kualitas Udara DKI Tidak Sehat

Minggu, 28 Juli 2019 | 10:12 WIB

Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara Ibu Kota DKI Jakarta pada Minggu (28/7/2019) pagi pukul 08.00 WIB, tercatat 189 kategori tidak sehat dengan parameter PM2.5 konsentrasi 128,5 ug/m3 berdasarkan US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara.

Ketika menggunakan acuan US AQI maka hasil analisa pencemaran udara untuk parameter PM2.5 dengan konsentrasi 0-10 ug/m3 termasuk kategori sedang, lalu 36 hingga 55 ug/m3 kategori tidak sehat untuk kalangan tertentu.

Kemudian, 56-65 ug/m3 adalah kategori tidak sehat, 66-100 ug/m3 kategori sangat tidak sehat dan 100 ug/m3 ke atas kategori berbahaya.

Baca juga: Jakarta, Mari Sudahi Berkawan dengan Polusi

Selain itu, seperti dikutip Antara, AirVisual juga mencatat kondisi kelembaban Ibu Kota pada akhir pekan, yaitu 83 persen dan kecepatan angin 3,6 kilometer per jam.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin meminta pemerintah menggunakan standar baku mutu kualitas udara seperti yang diterapkan oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) untuk mengukur kualitas udara.

"Setidaknya setara dengan standar yang ditetapkan oleh WHO," ucap dia.

Baca juga: Bus Listrik dan Harapan Udara Bersih Jakarta

Pemerintah, kata dia, memaksakan menggunakan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang sudah tertinggal dari perkembangan zaman yang merupakan produk SK Menteri Lingkungan Hidup pada 1972.

Buruknya kualitas udara di Ibu Kota disebabkan beberapa hal seperti jumlah kendaraan, industri, debu jalanan, rumah tangga, pembakaran sampah, pembangunan konstruksi bangunan, dan Pelabuhan Tanjung Priok.

"Data yang kami miliki pada 2018 tercatat sembilan juta kendaraan roda empat dan 21 juta kendaraan roda dua di wilayah Jabodetabek," tuturnya.


Penulis :
Editor : Sandro Gatra