Megawati pada Usia 72 Tahun...

Kamis, 24 Januari 2019 | 08:14 WIB

Presiden Joko Widodo saat menghadiri hari ulang tahun ke-72 Megawati Soekarnoputri di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).Fabian Januarius Kuwado Presiden Joko Widodo saat menghadiri hari ulang tahun ke-72 Megawati Soekarnoputri di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri memasuki usia ke-72 tahun, kemarin, Rabu (23/1/2019). Ulang tahunnya dirayakan dengan pertunjukan seni di Puri Agung, Grand Sahid Jaya yang bertajuk pergelaran "Bangun Pemudi Pemuda".

Ratusan milenial beraksi menampilkan kreativitas masing-masing sambil disaksikan Megawati, Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan beberapa tokoh nasional lain.

Tidak hanya pengisi acaranya yang muda. Bahkan, Mega merasa pakaian yang dia kenakan juga bergaya seperti anak muda. Dia memadankan blouse putih dengan kain batik berwarna oranye.

Baca juga: Megawati dan Cerita Arisan Bersama Para Istri Mantan Menteri...

"Kalau menurut orang Jawa ini sudah menyalahi pakem. Karena apa? Yang namanya kain kok disuruh pakai sama blouse. Tetapi saya ikuti karena katanya itu gaya anak muda. Pas saya lihat oh iya banyak teman juga (yang pakai seperti ini)," kata Mega

Pada perayaan ulang tahunnya kemarin, Megawati sempat menyampaikan beberapa pandangannya mengenai kondisi terkini negeri. Sekaligus memberikan pesan-pesan untuk semua elemen masyarakat.

Untuk pemuda

Ulang tahun Megawati kali ini dimeriahkan dengan aksi para milenial. Tentu, Megawati juga sekaligus memberikan pesan-pesannya kepada generasi muda itu.

Mega mengatakan anak muda harus bebas mengekspresikan kreativitasnya tanpa harus dibatasi stigma tertentu.

Mulanya, dia bercerita pernah ditanya alasan anak muda sekarang lebih menyukai hip hop daripada dangdut.

"Saya bilang enggak jadi soal. Anak muda itu dapat mengekspresikan kehendak mereka seperti apa pun," ujar Mega.

Baca juga: Kenangan Boediono Menjabat Menkeu di Era Megawati

Mega mengatakan, seni adalah sebuah hal yang bebas dan tidak bisa menyebut bahwa seni yang satu lebih baik dari seni lainnya.

Baik dangdut maupun hip hop merupakan seni yang sama-sama boleh dinikmati.

"Ketika saya mengatakan itu, (dibilang) katanya Bu Mega nenek-nenek tapi milenial juga ya," kata dia.

Untuk perempuan Indonesia

Megawati juga memberi pesan kepada perempuan Indonesia agar mau berkiprah untuk negara seperti dirinya. Sebab, peranan perempuan dalam kontestasi pemilu yang dinilainya masih kurang.

"Saya bilang, kenapa ya perempuan Indonesia tidak mau menjadi seperti saya? Bukan maksudnya mau menyombongkan diri, tetapi sampai hari ini saya the only one the president of Indonesia yang perempuan," ujar Megawati.

Mega kemudian menyinggung buku berjudul "The Brave Lady" yang berisi testimoni tentang dirinya dari para mantan menteri Kabinet Gotong Royong.

Baca juga: Cerita Megawati Tak Mau Tulis Riwayat Hidupnya karena Banyak Dukanya...

Buku itu diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mengikuti jejaknya.

"Nanti ada buku yang akan diberikan juga itu testimoni Kabinet Gotong Royong saya, itu menteri-menterinya," kata dia.

Untuk para penyebar hoaks

Tak ketinggalan, Megawati juga meninggalkan pesan untuk para penyebar hoaks. Dia mengingatkan, setiap orang bertanggung jawab atas apa yang mereka sebar di media sosial.

Termasuk berita-berita bohong yang menurutnya sedang marak terjadi. Megawati menyebut mereka yang berbuat seperti itu sama seperti pengecut.

"Kenapa? Kalau endak suka datang dong. Kalau endak suka dengan Pak Jokowi, datang, berhadapan," kata dia.

Baca juga: Megawati: Kenapa Ya, Perempuan Indonesia Tidak Mau Jadi seperti Saya?

Apalagi, jika ada pandangan mengenai isu-isu anti Pancasila di Indonesia. Megawati mengatakan, Indonesia berlandaskan Pancasila dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.

Oleh karena itu, ia meminta pihak-pihak yang tidak setuju dengan hal tersebut untuk berdiskusi, bukan menyebar kebencian.

"Kalau masih ada yang mau bereksperimen bahwa itu enggak cocok, mari tolong datang, tidak bikin rusuh, tidak mengutarakan dengan kebencian, tidak membuat hoaks," ujar Megawati.


Megawati Soekarnoputri di acara Megawati Bercerita di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim Megawati Soekarnoputri di acara Megawati Bercerita di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).

The Brave Lady

Perayaan ulang tahun Megawati ini juga dilakukan dengan peluncuran buku "The Brave Lady". Buku ini berisi testimoni para menteri yang dulu tergabung dalam Kabinet Gotong Royong.

Sebenarnya, Mega selalu menolak permintaan untuk menuliskan riwayat hidupnya. Permintaan itu salah satunya disampaikan mantan wartawan, Kristin Samah. Namun, Megawati menolaknya karena banyak duka dalam perjalanan hidupnya.

"Kristin ini bolak balik minta, 'Ayo dong Bu, Ibu satu-satunya presiden perempuan. Kapan Ibu menulis riwayat hidup? Kami bantu'," ujar Mega menirukan pernyataan Kristin.

"Tapi kamu enggak tahu banyak dukanya daripada sukanya. Nanti tulis pas lagi senang (saja)," tambah dia.

Megawati tidak ikut campur ketika Kristin akhirnya bekerja sama dengan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto untuk membuat sebuah buku.

Dia awalnya tidak tahu bahwa buku itu dipersiapkan untuk diluncurkan pada hari ulang tahunnya.

"Saya pikir ini kenang-kenangan kalau suatu saat saya mesti pulang. Tahu-tahu sudah jadi bukunya dan mau diluncurkan," kata dia.

Buku "The Brave Lady" itu adalah yang dia maksud. Dalam peluncurannya, hadir para mantam menterinya dari Kabinet Gotong Royong seperti Boediono, Yusril Ihza Mahendra, hingga Hatta Rajasa.

Judul "The Brave Lady" sendiri berasal dari julukan yang dilontarkan mantan Menteri Eenergi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro.

"Saya tidak menyangka ini menjadi judul buku Ibu. The Brave Lady, the maker decision. Seorang ibu yang berani, yang berani mengambil keputusan dalam keadaan apa pun juga," ujar Purnomo.


Penulis : Jessi Carina
Editor : Sabrina Asril