BMKG Ingatkan Seluruh Pihak Tak Sebarkan Informasi Simpang Siur soal Tsunami Banten

Minggu, 23 Desember 2018 | 15:11 WIB

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat TriyonoDYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengingatkan seluruh pihak menahan diri untuk tak menyebarkan informasi-informasi simpang siur terkait tsunami di wilayah perairan Selat Sunda.

Ia mengatakan, penyebaran informasi yang tak jelas akan membuat masyarakat semakin panik.

"Setiap kejadian seperti ini, kami sudah sangat paham kepanikan akan melanda masyarakat yang di sekitar tempat kejadian. Di Palu dan Lombok juga begitu. Bahkan, saya ingat betul bahwa saat tsunami melanda Pangandaran itu juga demikian. Begitu mudahnya masyarakat dilempar isu untuk menambah kepanikan," kata Rahmat, dalam konferensi pers di Gedung BMKG, Jakarta, Minggu (23/12/2018).

Baca juga: BMKG Tak Deteksi Gejala Tsunami Lanjutan di Selat Sunda

"Saya berharap situasi panik ini tidak dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab untuk menambahkan kepanikan," kata dia.

Rahmat membantah adanya kabar tsunami lanjutan di wilayah tersebut. Sebab, tide gauge (pendeteksi tsunami) dan sensor di Cigeulis tidak menunjukkan adanya kenaikan gelombang permukaan air di Selat Sunda dan aktivitas vulkanik anak gunung Krakatau yang signifikan.

"Yang pasti kami dari BMKG tidak mencatat adanya satu hal signifikan dan serius sehingga adanya tsunami susulan. Saya khawatir situasi ini dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab untuk memancing situasi yang menambah panik," kata Rahmat.

Baca juga: BPBD: Pesisir Selatan Sukabumi Tidak Terdampak Tsunami Banten

Menurut Rahmat, masyarakat terdampak tsunami sempat panik karena bunyi sirene. Ia mengatakan, BMKG tidak mengeluarkan warning tsunami lanjutan melalui sirene tersebut.

Saat ini, pihaknya sedang mengecek lebih lanjut sirene mana yang berbunyi dan faktor penyebabnya.

"BMKG ada sirene, tapi kami tidak mengaktivasi. Nanti kita kroscek, apakah di BPBD setempat membunyikan. Di sana juga ada sirene yang milik perusahaan baja di Cilegon. Bisa jadi itu diaktivasi. Tapi semua itu masih simpang siur," ujar Rahmat.

Menurut Rahmat, bunyi sirene juga bisa dapat dimaknai sebagai perintah evakuasi oleh pemerintah daerah setempat. Namun, BMKG masih menunggu informasi lebih lanjut atas bunyinya sirene tersebut.

Baca juga: Tsunami di Selat Sunda, ESDM Rilis Aktivitas Gunung Anak Krakatau

Sebelumnya, ia telah mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tak beraktivitas di sekitar kawasan Selat Sunda, baik di wilayah pesisir pantai maupun kawasan Gunung Krakatau.

"Kita tunggu update status Anak (gunung) Krakatau apakah ada peningkatan (aktivitas vulkanik). Kalau ada peningkatan ya tentunya kita harus kita waspadai," kata Rahmat.

Rahmat mengingatkan, potensi gelombang tsunami lanjutan bisa saja terjadi. Sebab, saat ini BMKG memantau adanya aktivitas vulkanik anak gunung Krakatau dan gelombang tinggi akibat cuaca di perairan Selat Sunda.

Oleh karena itu, harus tetap waspada.

Baca juga: PVMBG Masih Dalami Kaitan Tsunami dengan Erupsi Gunung Anak Krakatau

"Yang pasti berbeda (tsunami) yang diakibatkan gempa bumi. Kalau gempa bumi, tsunami susulan dalam sejarahnya tidak ada. Tapi karena ini berbeda, letusan kan bisa saja awalnya (erupsi) kecil, kemudian (erupsi) besar. Kita harus menunggu update dari Badan Geologi," kata Rahmat.

Rahmat memaparkan, gelombang tsunami akibat erupsi Krakatau sekitar 90 sentimeter. Namun, dengan adanya gelombang tinggi, arus gelombang tsunami bisa bertambah lebih dari dua meter.

"Masyarakat sekitar pantai yang berlibur untuk tidak bermain sekitar pantai. Apalagi di Selat Sunda. Kalau memang itu adanya peningkatan aktivitas vulkanik lebih waspada lagi karena dampaknya ada gelombang tinggi ditambah tsunami," kata Rahmat.


Penulis : Dylan Aprialdo Rachman
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary