Tilang Elektronik Jadi Salah Satu Jurus Tekan Angka Kecelakaan

Kamis, 27 September 2018 | 17:42 WIB

Kendaraan bermotor melewati garis batas berhenti/marka lalu lintas di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (19/9/2018). Poldan Metro Jaya bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) yang akan diuji coba pada Oktober 2018 sepanjang jalur Thamrin hingga Sudirman.MAULANA MAHARDHIKA Kendaraan bermotor melewati garis batas berhenti/marka lalu lintas di kawasan Thamrin, Jakarta, Rabu (19/9/2018). Poldan Metro Jaya bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement (ETLE) yang akan diuji coba pada Oktober 2018 sepanjang jalur Thamrin hingga Sudirman.


JAKARTA, KOMPAS.com - Tepat 1 Oktober 2018, kepolisian siap melakukan uji coba electronic traffic law enforcement (E-TLE). Sistem tilang ini memungkinkan polisi memantau pelanggaran lalu lintas melalui kamera CCTV, setelah itu mengrimkan bukti pelanggaran dan besaran sanksi ke alamat pemilik kendaraan.

Menanggapi sistem tilang E-TLE, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan memang sudah waktunya Indonesia untuk menerapkan hal tersebut.

"Harusnya sudah dari dulu, karena populasi kendaraan di Indonesia, khususnya Jakarta itu cukup banyak dan kondisi ini berpotensi pada pelanggaran lalu lintas. Namun yang harus ditekankan melalui sistem ini sudah tak ada lagi peluang untuk praktik tawar-mawar atau percaloan yang kurang memberikan dampak jera," ucap Justri kepada Kompas.com, Rabu (26/9/2018.

Baca juga: Apa Beda E-Tilang dengan E-TLE?

Jusri menjelaskan sistem ini sebenarnya bukan hal baru, karena di negara-negara maju sudah menggunakannya sejak lama. Dengan tidak adanya interaksi antara petugas dan pelanggar, maka diharapkan sanksi pelanggarana lalu lintas bisa memberikan efek jera, apalagi bila ditambah dengan skema yang lebih tegas.

Pengendara sepeda motor nekat melawan arah saat berlangsung razia di jalan layang non tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta, Selasa (25/7/2017). Pengendara motor masih nekat memasuki dan melintasi JLNT tersebut baik dari arah Tanah Abang maupun Kampung Melayu. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMOKRISTIANTO PURNOMO Pengendara sepeda motor nekat melawan arah saat berlangsung razia di jalan layang non tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta, Selasa (25/7/2017). Pengendara motor masih nekat memasuki dan melintasi JLNT tersebut baik dari arah Tanah Abang maupun Kampung Melayu. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Namun Jursi meminta agar nantinya sistem ini bisa diterapkan di semua wilayah, bukan hanya di kota besar seperti Jakarta. Harapanya untuk membuat masyarakat taat berlalu lintas yang berujung untuk menekan angka kecelakaan.

"Dengan sanksi yang tegas, atau mungkin dirancang seperti bila tidak membayar dalam waktu dua minggu akan dikenakan pajak atau tidak bisa perpanjang STNK sebelum melunasi, maka bisa membuat masyarakat jera dan tidak melakukan pelanggaran yang berpotensi menimbulkan kecelakaan," ucap Jusri.


Penulis : Stanly Ravel
Editor : Agung Kurniawan