Soal Biaya Top Up Uang Elektronik, OJK Ingatkan Bank Jangan Sembarangan

Jumat, 22 September 2017 | 13:45 WIB

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat acara peringatan 40 tahun Bursa Efek Indonesia di Main Hall BEI, Jakarta, Jumat (11/8/2017).KOMPAS.com/PRAMDIA ARHANDO JULIANTO Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat acara peringatan 40 tahun Bursa Efek Indonesia di Main Hall BEI, Jakarta, Jumat (11/8/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bank untuk tidak mencari untung berlebihan dari fee atau biaya isi ulang uang elektonik.

“Kalau ngasih fee enggak boleh sembarangan harus terukur,” ujar Ketua OJK Wimboh Santoso di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (22/9/2017).

Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan aturan top up uang elektonik.

Pertama, top up tidak akan dikenakan biaya bila dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu (on us) untuk nilai sampai Rp 200.000.

Kedua, top up akan dikenakan biaya maksimal sebesar Rp 1.500 bila isi ulang uang elektronik melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra (off us).

(Baca: Aturan Biaya "Top Up" Uang Elektronik Terbit, Ini Rinciannya)

 

Wimboh menilai, seharusnya ada atau tidaknya biaya top up ditentukan oleh mekanisme pasar. Harapnya, dengan mekanisme pasar maka tarif yang tercipta akan efisien.

“Kalau ada bank yang enggak ngasih (fee), maka bank yang ngasih fee kan pasti enggak laku, jadi biar pasar aja (yang menentukan),” kata dia.

Sebelumnya, Peneliti INDEF Bhima Yudhistira menyatakan, kebijakan BI yang berbarengan dengan pelaksanaan elektronifikasi pembayaran jalan tol kontradiktif.

"Di satu sisi menyuruh masyarakat memakai e-money (uang elektronik) dan mendorong gerakan non tunai tapi justru dikenakan pungutan (biaya). Ini disinsentif bagi nasabah, khususnya masyarakat pengguna jasa transportasi umum dan tol," kata Bhima dalam keterangannya, Rabu (20/9/2017).

Ketika dikenakan biaya isi ulang elektronik, imbuh Bhima, dikhawatirkan masyarakat akan kembali menggunakan uang tunai dalam bertransaksi.

Kompas TV Praktik di negara maju, biaya tambahan uang elektronik hanya dikenakan saat pembelian kartu perdana.



 


Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Aprillia Ika