Mendagri Berharap Komisaris BUMN yang Anti-Pancasila Dicopot

Senin, 22 Mei 2017 | 19:48 WIB

KOMPAS.com/ MOH NADLIR Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo, Saat Memberikan Pengarahan di kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Kemendagri, Jalan Taman Makam Pahlawan Nomor 8, Jakarta Selatan, Senin (22/5/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan, ada Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyebut dirinya anti-Pancasila. 

Bahkan, menurut Tjahjo, yang bersangkutan ingin mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi negara Islam.

Tjahjo berharap, tokoh tersebut dicopot dari jabatannya.

"Ya harus (pecat) dong. Ini sudah membawa warna (anti-Pancasila). Misal, Anda pengurus PWI teriak (anti-Pancasila), ya yang kena PWI-nya," kata Tjahjo, di Jakarta, Senin (22/5/2017).

Akan tetapi, soal pencopotan tersebut, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri BUMN, Rini Soemarno.

Baca: Mendagri: Ada Komisaris BUMN Teriak-teriak Anti-Pancasila

"Ada rekamannya. Pak Wiranto menyebut data itu ada. Rekaman visualnya ada, fotonya di mana, jam berapa, itu ada semua. Soal jabatan dia apa, kalau copot itu urusan Menteri BUMN," ujar Tjahjo.

Sebelumnya, Tjahjo mengatakan bahwa ada salah seorang Komisaris BUMN yang menyebut dirinya anti-Pancasila.

"Bayangkan ada tokoh nasional. Komisaris BUMN jaman pak Jokowi saat ini. Ketua umum sebuah organisasi masyarakat yang besar, berteriak, kita anti-Pancasila," kata Tjahjo di Jakarta, Senin (22/5/2017).

Bahkan kata Tjahjo, orang tersebut juga menyebut akan menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai negara Islam.

Baca: Mendagri Sebut Ada Tokoh Nasional Ingin Ubah Ideologi Bangsa

"Indonesia akan jadi negara Islam. Bayangkan tokoh nasional, mantan Menteri, sekarang Komisaris BUMN besar, teriak-teriak dengan seenaknya. Kami anti-Pancasila, kami ingin ubah Indonesia dengan negara Islam," ujar Tjahjo.

Kompas TV Menko Polhukam Bubarkan Ormas HTI




Penulis : Moh. Nadlir
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary