Alasan Suya Paloh Nilai "Presidential Threshold" Tetap Diperlukan

Selasa, 2 Mei 2017 | 21:15 WIB

Rakhmat Nur Hakim/Kompas.com Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pernyataan soal hak angket KPK di Kantor DPP Nasdem, Jakarta, Selasa (2/5/2017)

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai perlu adanya ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold (PT) pada pemilu 2019.

Menurut Surya Paloh, presidential threshold tetap diperlukan meski pemilu legislatif dan pemilu presiden berlangsung serentak. Nantinya, ambang batas pilpres bisa mengacu pada perolehan suara partai di pileg 2014.

Ia menambahkan, seorang calon presiden semestinya mendapat dukungan penuh dari partai politik yang memiliki kursi di DPR. Sebab, nantinya presiden terpilih diharuskan membangun pemerintahan yang efektif.

Selain itu, menurut Paloh, jika calon presiden tidak mendapat dukungan dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang memiliki banyak suara, itu menandakan dia tidak dikenal dan tak dikehendaki masyarakat.

"Lucu sekali kita. Terlalu sombong bebaskan PT itu. Jadi kalau ada nasib baik. Entah siapa dia jadi presiden, dia dapat pengawalan berdasarkan protokoler baru, kemudian kita bingung, siapa dia," kata Paloh saat ditemui di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasdem, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017).

Adanya ambang batas pilpres, menurut Paloh, menunjukkan kepada setiap warga negara Indonesia bahwa untuk menjadi presiden dibutuhkan seleksi yang ketat sejak awal. Dengan demikian tidak sembarangan orang bisa mencalonkan diri menjadi presiden.

"Sistem politik ini kan harus ada budayanya. Harus ada bedanya LSM dengan institusi resmi parpol. Kalau enggak untuk apa kita bikin parpol yang ada aturan dan sebagainya," kata Surya Paloh.

(Baca juga: "Presidential Threshold" dan Asa Partai Baru Jelang Pemilu 2019)

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy sebelumnya mengatakan, mayoritas fraksi di Panja RUU Pemilu menghendaki pemilu 2019 tanpa presidential threshold.

Lukman menyebutkan, hanya tiga partai yang menolak tidak adanya ambang batas pencapresan, yaitu Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Nasdem.

Ketiga partai ini menghendaki presidential threshold sama seperti pemilu sebelumnya, yakni 20-25 persen.

"Adanya presidential threshold dianggap bertentangan dengan keputusan MK (soal pilkada serentak)," kata Lukman, melalui keterangan tertulis, Selasa (2/5/2017).

(Baca: Mayoritas Fraksi Ingin Tak Ada Ambang Batas Pencapresan)

Kompas TV DPR dan Pemerintah Bahas Revisi UU Pemilu




Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Bayu Galih