Bos PT Garam Akui Banyak Mafia di Bisnis Garam

Kamis, 11 Februari 2016 | 14:06 WIB

KOMPAS.com / ABDUL HAQ Seorang petani garam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan tengah memanen garammnya yang melimpah ruah sebagai imbas dari kemarau panjang yang melanda. Selasa, (25/08/2015).

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Budiono mengeluhkan masih banyaknya mafia yang membuat bisnis garam menjadi tidak menggembirakan.

“Komoditas strategis ini kondisinya tidak begitu menggembirakan, banyak kartel, mafia di tata niaga garam,” kata Achmad dalam acara The Marine and Fisheries Business and Investment Forum di Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Namun demikian, Achmad tidak membeberkan sama sekali siapa pemain nakal tersebut. Yang jelas, kata dia, banyaknya kartel atau mafia garam ini menunjukkan bahwa bisnis ini sangat menguntungkan.

“Tapi karena bisnis ini dikelola kartel, membuat kinerja garam nasional 'tiarap', termasuk PT Garam. Ibaratnya hidup segan, tapi mati enggak mungkin,” seloroh Achmad.


Menurut Achmad, PT Garam tidak mungkin mati. Sebab, perusahaan ini adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bisnis garam.

“Karena kalau PT Garam mati, kartel bisa tambah bahaya. Karena PT Garam ini satu-satunya milik negara. Sehingga dikasih (PT Garam) ‘mainan kecil-kecil’,” sindir Achmad.

Kondisi pergaraman nasional yang 'tiarap' karena kartel, menurut dia, sebenarnya terlihat dari neraca garam.

“Ini yang tadi saya bilang, kondisi pergaraman kita tiarap. Neraca garam nasional, produksi kita 3,1 juta ton. Kebutuhannya 3,4 juta ton. Mestinya yang kita impor hanya 326.000 ton, kekurangannya itu. Tapi kenyataannya tahun lalu, impor garam kita mencapai 2,2 juta ton,” jelas Achmad.

Dia mengakui ada jenjang kualitas garam yang berbeda untuk tiap kebutuhan atau konsumsi. Akan tetapi menurut dia, PT Garam bisa meningkatkan kualitas produknya sehingga bisa memenuhi permintaan pasar. Begitu pula, kata dia, PT Garam juga memiliki program pendampingan untuk petani garam rakyat, agar kualitas produk mereka lebih baik.


Penulis : Estu Suryowati
Editor : Bambang Priyo Jatmiko