Rizal Ramli Minta Bisa Dilakukan "Safe Guard Mechanism" di Importasi Garam

Kamis, 21 Januari 2016 | 13:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem impor garam industri belum menemukan bentuk ideal. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, penerapan kuota eksplisit maupun semi-kuota menyebabkan perdagangan garam menjadi tidak kompetitif.

Rizal mengatakan, akibatnya, hanya sekitar enam atau tujuh pemain yang menguasai pangsa pasar pangan impor, termasuk garam. Sistem impor pangan berdasarkan kuota atau semi-kuota pun diusulkan untuk diubah.

"Sehingga kami minta ke Kemendag untuk menyiapkan, menetapkan tarif antara Rp 150 untuk melindungi petani garam dalam negeri," kata Rizal di kantornya, Jakarta, Kamis (21/1/2016).

Dengan penerapan sistem tarif ini, Rizal bilang, nantinya tidak hanya pemain-pemain besar yang bisa mengimpor garam industri.

Diakuinya, ada kendala untuk menerapkan sistem tarif. Negara-negara yang sudah menjalin perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Indonesia tentu tidak bisa dikenai tarif impor.

Sebagai solusinya, lanjut Rizal, Kementerian Perdagangan diminta mengkaji penerapan safe guard mechanism yang tidak melanggar FTA, tetapi tetap bisa melindungi kepentingan nasional.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menuturkan, penerapan safe guard mechanism memang bisa dilakukan, pun menghadapi negara-negara yang menjalin FTA dengan Indonesia.

"Intinya, beliau (Rizal Ramli) mengatakan pakai tarif. Kalau enggak bisa pakai tarif karena FTA, pakai safe gurad mechanism. Kami bilang (pakai safe guard mechanism) bisa saja, Pak, tapi lewat penyelidikan, biasanya sampai berapa bulan," jelas Srie.

Safe guard mechanism yang dimaksud Srie yaitu Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara (BMTPS). Mekanisme ini memang bisa digunakan ketika banjir importasi berdasarkan hasil penyelidikan terbukti merugikan industri dalam negeri.


Penulis : Estu Suryowati
Editor : Bambang Priyo Jatmiko