Mantan Sekjen Kemendagri Bantah Terima Tas Hermes dari Keponakan Novanto

By Abba Gabrillin - Selasa, 7 Agustus 2018 | 17:50 WIB
Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/8/2018). (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN)

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini membantah menerima tas mewah merek Hermes dari keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

Bantahan itu disampaikan Diah saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (7/8/2018). Diah bersaksi untuk terdakwa Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.

"Saya tidak pernah ke Grand Hyatt dan saya tidak tahu," ujar Diah.

Sebelumnya, penasehat hukum Irvanto, Waldus Situmorang, menyebut bahwa pemberian itu diakui sendiri oleh kliennya. Saat itu, Irvan bersama Vidi Gunawan, adik kandung pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Baca juga: Isi Pesan Setya Novanto kepada Sekjen Kemendagri dalam Kasus E-KTP

Menurut Waldus, pemberian itu dilakukan di Hotel Grand Hyatt Jakarta. Tas mewah itu diberikan sebagai hadiah ulang tahun Diah Anggraini.

"Ketika Ibu (Diah) datang, masuklah ke ruang VIP sama Andi. Ketika Anda sudah selesai dan keluar, tas itu diberikan oleh Vidi," kata Waldus.

Dalam persidangan, perihal pemberian tas itu juga sempat ditanyakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Diah. Namun, Diah membantah menerima tas tersebut.

Dalam kasus ini, Irvanto didakwa merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Irvan juga didakwa menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.

Irvan disebut beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.

Menurut jaksa, uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.

Selain memperkaya Setya Novanto, perbuatan Irvan diduga telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi. Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Novanto menyebut beberapa nama anggota dpr dari sejumlah fraksi sebagai penerima aliran dana proyek e-KTP.



Editor : Bayu Galih
Artikel Terkait


Close Ads X