Polemik Penggunaan Venue Paralayang Asian Games 2018 di Puncak Bogor

By M. Hafidz Imaduddin - Senin, 2 Juli 2018 | 15:45 WIB
Sejumlah atlet paralayang menghiasi langit sekitar Puncak pada hari terakhir uji coba kejuaraan atau test event Asian Games 2018 cabang paralayang, di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (14/8/2017).
Sejumlah atlet paralayang menghiasi langit sekitar Puncak pada hari terakhir uji coba kejuaraan atau test event Asian Games 2018 cabang paralayang, di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (14/8/2017). (KOMPAS/RAKARYAN SUKARJAPUTRA)

KOMPAS.com - Asian Games 2018 akan berlangsung kurang dari dua bulan. Berbagai persiapan termasuk percepatan pembangunan atau renovasi venue terus dikebut.

Venue yang sedang dalam tahap renovasi adalah untuk cabang paragliding atau paralayang yang berlokasi di kawasan puncak, Bogor. Terdapat tiga lokasi yang sedang dalam tahap renovasi, yakni area lepas landas Pasir Sumbul dan Gunung Mas, serta area mendarat Tugu.

Namun, proses renovasi ini menimbulkan polemik karena para atlet tidak bisa menggunakan venue untuk berlatih. Menurut ketua Pordirga Gantolle dan Paralayang Indonesia PB FASI, Djoko Bisowarno, hal ini harus dilakukan demi target selesainya pembangunan venue.

"Semua atlet saat ini diharapkan tidak berlatih di puncak karena sedang dalam masa pembangunan total. Jadi tidak mungkin 19 negara yang memiliki 10 orang atlet berlatih bersamaan di satu tempat. Jika nanti semua atlet berlatih, ditakutkan proses renovasi ini tidak selesai," kata Djoko Bisowarno kepada Kompas.com, Sabtu (30/6/2018).

Meskipun demikian, para atlet sebenarnya masih bisa berlatih andai sudah mengantongi surat izin dari INASGOC selaku komite resmi yang ditunjuk oleh pemerintah Indonesia.

"Sebetulnya bukan dilarang untuk berlatih, namun semua atlet Asian Games (AG) yang ingin berlatih di puncak, harus mengantongi izin terlebih dahulu dari pihak INASGOC, karena H-90, seluruh venue yang akan dipakai untuk kegiatan AG sudah diserahkan pengelolaannya kepada cabor yang bersangkutan, termasuk di puncak," kata ketua Paralayang Indonesia, Wahyu Yudha.

Untuk mengatur atlet yang akan berlatih selama masa renovasi ini, Pengurus Besar Federasi Aero Sport Indonesia (PB FASI) mengeluarkan surat edaran yang berlaku 17 Juni hingga 17 Juli 2018 atau satu hari sebelum pembukaan Asian Games.

Surat bernomor B/002/VI/2018/SETJEN itu, berisi imbauan kepada atlet nasional maupun asing untuk meminta izin kepada INASGOC jika ingin berlatih di area puncak.

Namun imbauan ini terkendala proses penyebarannya yang membuat kontingen asing bertanya-tanya. Salah satu negara yang merasa kecewa dengan keterlambatan sosialisasi surat ini adalah China.

Tidak hanya itu, tim China juga meragukan validitas surat edaran tersebut. Mereka melihat kondisi surat tidak dilengkapi dengan nomor surat laiknya surat edaran resmi.

Hal ini diungkapkan David Agustinus Teak yang merupakan Instruktur Senior dan Pilot Tandem Paralayang Indonesia di PB FASI.

David Agustinus Teak yang merupakan perintis paralayang Indonesia, saat ini mendampingi timnas paralayang China selama berada di Indonesia.

David Agustinus Teak (baju hitam) bersama timnas paralayang China, Selasa (24/6/2018)
David Agustinus Teak (baju hitam) bersama timnas paralayang China, Selasa (24/6/2018) (DOK. DAVID AGUSTINUS TEAK)

"Timnas China tiba di Indonesia tanggal 20 Juni dini hari. Esok harinya timnas China mulai berlatih. Kemudian tanggal 22 Juni surat edaran dari PB FASI dikirim via Whats App ke Beijing. Surat itu ditandatangani tanggal 16 Juni, kenapa baru dikirim setelah tim China sudah sampai di Indonesia?" kata David Agustinus Teak.

"Jika memang dilarang untuk berlatih, kenapa pemberitahuan itu tidak dikirimkan jauh-jauh hari kepada semua peserta Asian Games ?"

David Agustinus Teak juga menjelaskan bahwa timnas China tidak mau menanggapi serius hal ini dan memilih untuk fokus berlatih.

Editor : Aloysius Gonsaga AE
Artikel Terkait


Close Ads X