KPK Larang Korporasi Berikan Gratifikasi Lebaran kepada PNS dan Pejabat Negara

By Dylan Aprialdo Rachman - Selasa, 5 Juni 2018 | 09:36 WIB
Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui di PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui di PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018). (KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA)

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengingatkan seluruh pimpinan korporasi untuk tidak memberikan sesuatu atau menginstruksikan jajarannya barang, jasa, atau uang yang berunsur gratifikasi kepada pejabat negara atau pegawai negeri sipil (PNS).

"Korporasi diharapkan komitmennya meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu serta menginstruksikan jajarannya untuk tidak memberikan uang gratifikasi, uang pelicin, atau suap dalam bentuk apa pun kepada penyelenggara negara dan PNS," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Pihak perusahaan, kata dia, harus ikut menjaga integritas PNS dan penyelenggara negara dari penerimaan gratifikasi.

Agus juga telah menandatangani surat kepada seluruh kementerian, lembaga, BUMN, BUMD, asosiasi, hingga perusahaan-perusahaan swasta lannya untuk mengendalikan pemberian atau penerimaan gratifikasi kepada pejabat negara atau PNS.

Baca juga: Gratifikasi yang Dilaporkan ke KPK, dari Perhiasan, iPhone X, Keris, hingga Wine

Agus menegaskan, berbagai bentuk penerimaan hadiah, sumbangan, dan sejenisnya pada dasarnya telah dilarang.

"Kami menyampaikan permintaan dana sumbangan atau hadiah sebagai tunjangan hari raya atau sebutan lain oleh PNS, penyelenggara negara, atau institusi negara, atau perusahaan, atau pemerintah daerah kepada masyarakat, baik secara lisan atau tertulis pada prinsipnya dilarang," ujar Agus.

Ia mengingatkan, penerimaan atau pemberian gratifikasi bisa berakibat pada tindak pidana korupsi dan dikenai sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

"Pimpinan kementerian, lembaga, organisasi, dan BUMN, BUMD dapat mengimbau secara internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungannya untuk menolak pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan tugasnya," kata dia.

Baca juga: Kasus DPRD Kota Malang, KPK Dalami Dugaan Gratifikasi 18 Tersangka

Agus juga mengimbau agar kementerian, lembaga, organisasi, BUMN, dan BUMD memberikan pengumuman terbuka melalui media massa kepada seluruh pemangku kepentingan terkait agar tak memberikan bentuk gratifikasi apa pun kepada pegawai negeri sipil dan penyelenggara negara lainnya.

"Apabila pegawai negeri dan penyelenggara negara dalam keadaan tertentu terpaksa menerima gratifikasi, maka wajib melaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi," katanya.

KPK juga mengingatkan penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil untuk tak menerima gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak atau kedaluwarsa dalam waktu singkat.

Baca juga: Hingga Awal Juni 2018, KPK Terima Laporan Gratifikasi Senilai Rp 6,2 Miliar

Agus menyarankan agar bingkisan makanan yang diterima dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan instansi yang lebih membutuhkan disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya.

"Selanjutnya instansi melaporkan rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK," ujar Agus.

KPK juga mengimbau seluruh pimpinan lembaga dan instansi pemerintah untuk melarang bawahannya menggunakan fasilitas dinas, seperti kendaraan dinas untuk kepentingan mudik para pegawai.

"Mengingat fasilitas dinas digunakan untuk kepentingan kedinasan dan itu merupakan benturan kepentingan yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pejabat publik dan penyelenggara negara," ujarnya.

Kompas TV KPK memeriksa Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola atas kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek di lingkungan Pemprov Jambi.



Editor : Sabrina Asril
Artikel Terkait


Close Ads X