Ratifikasi FCTC Butuh Ketegasan Presiden - Kompas.com
Senin, 6 Mei 2024

Kaleidoskop 2016

Kaleidoskop 2016

Simak rangkuman peristiwa, informasi, dan ulasan topik hangat yang terjadi selama tahun 2016..

Ratifikasi FCTC Butuh Ketegasan Presiden

Senin, 30 Mei 2016 | 14:18 WIB
Shutterstock Ilustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 180 negara telah meratifikasi Farmework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau. Dengan kata lain, tersisa 7 negara yang belum meratifikasi FCTC, termasuk Indonesia. Indonesia bahkan menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani FCTC.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku terus mendesak Presiden Joko Widodo maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk segera meratifikasi FCTC. "Saya terus mendesak (ratifikasi FCTC). Tetapi ini yang tanda tangan kan bukan saya," kata Nila, Jumat (27/5/2016).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sulistyowati mengungkapkan, pihak Kementerian Kesehatan sudah duduk bersama dengan kementerian terkait dan juga presiden untuk membahas ratifikasi FCTC ini.

Namun, hingga kini belum ada kesepakatan meratifikasi FCTC karena Kementerian Perindustrian memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan Kementerian Kesehatan.

"Kita butuh pemahaman yang sama di lintas kementerian. Bagaimana kita mau ke sana (ratifikasi FCTC) kalau kementerian lain sangat berbeda pandangannya," kata Lily.

Kementerian lain dinilai hanya memiliki pandangan jangka pendek. Sementara itu, Kementerian Kesehatan memikirkan efek jangka panjang dari konsumsi rokok.

Tidak meratifikasi FCTC sama saja tidak melindungi anak-anak atau generasi penerus bangsa dari bahaya rokok. Mereka yang sudah merokok pada usia dini, dapat menjadi generasi sakit-sakitan di usia produktif.

Untuk itu, menurut Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Kartono Mohamad, butuh ketegasan presiden dalam ratifikasi FCTC.

"Kita harus berupaya. Mari terus-menerus kita dorong. Maukah kita menyelamatkan generasi muda kita ini demi kemajuan atau pertahanan negara? Kita mau bonus demografi lho 2030," lanjut Nila.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Dian Maharani
Editor : Bestari Kumala Dewi