Kota Yogyakarta: Inovasi untuk Jawab Tantangan

Kamis, 16 Juli 2015 | 15:00 WIB
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Warga lanjut usia mendapatkan penyuluhan tentang komposisi makanan sehat di Rumah Sehat Lansia, Umbulharjo, Yogyakarta, Rabu (8/7). Berbagai fasilitas di tempat itu disediakan untuk mempermudah warga lanjut usia memperoleh layanan kesehatan yang layak.


Oleh Haris Firdaus


Kota Yogyakarta pernah mendapatkan predikat sebagai kota ternyaman di Indonesia. Namun, kota itu juga menghadapi sejumlah tantangan yang dapat menggerus kenyamanan warganya. Untuk menjawab tantangan itu, Pemerintah Kota Yogyakarta memunculkan berbagai inovasi, termasuk mendayagunakan teknologi informasi.

Siti Aminah (73) berjalan pelan ke dalam Rumah Sehat Lanjut Usia (Lansia) di Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, pekan lalu. Sesudah melewati pintu masuk, dia langsung menuju ke ruang pemeriksaan kesehatan. Ia pun duduk di sebuah kursi untuk menjalani pengukuran tekanan darah.

"Tensi Ibu agak tinggi, 180/60. Mungkin karena sekarang bulan Ramadhan sehingga Bu Siti kurang istirahat. Perbanyak istirahat, ya," kata Hasta Apriani, ahli gizi di Rumah Sehat Lansia kepada Siti Aminah.

Selesai menjalani pengukuran tekanan darah, Siti dan beberapa perempuan lansia lain mendengarkan penyuluhan kesehatan yang disampaikan dr Probosuseno, SpDp, K-Ger, dokter spesialis geriatri atau kesehatan lansia dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta. Sesudah penyuluhan, setiap lansia bisa berkonsultasi secara gratis dengan dokter tersebut.

"Saya datang ke sini sejak beberapa bulan lalu dan merasakan manfaatnya. Kalau harus periksa ke rumah sakit, antrenya lama dan mesti bayar," kata Siti, yang tinggal di Sorosutan.

Rumah Sehat Lansia (Rusela) adalah salah satu program inovatif yang dijalankan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Tujuan utama program yang dijalankan sejak Januari 2013 itu adalah untuk memudahkan warga lansia, berusia di atas 60 tahun, dan pralansia yang berusia antara 45-60 tahun mendapatkan pelayanan kesehatan.

"Namun, konsep pelayanan kesehatan di Rusela bukan kuratif atau pengobatan, melainkan promotif dan preventif. Untuk para lansia, upaya promotif dan preventif itu lebih penting," kata Kepala Bidang Promosi, Pengembangan, dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta Tri Mardoyo.

Keunggulan utama Rusela adalah layanan konsultasi gratis dengan dokter spesialis. Menurut Tri Mardoyo, selama ini, warga lansia kesulitan berkonsultasi dengan dokter spesialis di rumah sakit karena mereka harus melalui mekanisme rujukan berjenjang yang membutuhkan waktu lama.

Berdasar data Dinkes Yogyakarta, untuk bisa bertemu dengan dokter spesialis di rumah sakit, seorang lansia harus melalui 11 tahapan, baik di puskesmas maupun rumah sakit. Pada tiap tahapan, mereka sering harus antre lama. "Kalau dihitung, seorang lansia membutuhkan waktu sekitar 200 menit atau lebih dari 3 jam untuk menjalani semua tahapan sebelum bisa bertemu dengan dokter spesialis," ujarnya.

Di Rusela, tidak ada lagi masalah semacam itu. Pendaftaran pasien di fasilitas itu hanya sekitar 1 menit. Biaya konsultasi pun gratis. Program yang baru pertama kali dibuat di Indonesia itu pun berhasil menduduki peringkat ke-15 lomba inovasi pelayanan publik yang diadakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Tri Mardoyo mengatakan, jumlah warga lansia dan pralansia di Yogyakarta tahun 2013 mencapai 125.880 orang atau 30,95 persen dari total penduduk. Dengan angka harapan hidup mencapai 73,71 tahun, Yogyakarta berpotensi memiliki banyak lansia yang rawan menderita penyakit degeneratif, misalnya diabetes melitus, penyakit jantung, dan stroke.

Di sisi lain, banyak pralansia juga menderita penyakit degeneratif. Tahun 2013, penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian tertinggi di Yogyakarta dengan persentase 19,3 persen. "Program promotif dan preventif, termasuk Rusela, sangat penting," kata Tri Mardoyo lagi.

Ke depan, data kesehatan di Rusela akan terkoneksi ke Sistem Informasi Manajemen (SIM) Puskesmas. Saat ini, SIM Puskesmas sudah diterapkan di 18 puskesmas induk dan 9 puskesmas pembantu di Yogyakarta untuk memudahkan pencatatan data rekam medis. SIM Puskesmas merupakan bagian dari program e-Health yang memanfaatkan teknologi informasi untuk memudahkan pelayanan kesehatan.

Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, selain di bidang kesehatan, teknologi informasi (TI) juga dipakai untuk meningkatkan pelayanan publik pada sektor pendidikan, pariwisata, perizinan, ketenagakerjaan, dan lainnya. "Kami memperkuat infrastruktur teknologi informasi di banyak bidang untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota cerdas," ujarnya.


Tantangan lain

Masalah lansia dan penyakit degeneratif bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi Kota Yogyakarta. Dengan luas wilayah 32,5 kilometer persegi (km2) atau 1,02 persen dari luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kota Yogyakarta harus menanggung banyak "beban" karena kota itu juga merupakan daerah tujuan wisata, kota pelajar, sekaligus pusat aktivitas pemerintahan dan bisnis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, jumlah penduduk kota itu tahun 2013 hanya 402.679 jiwa. Namun, masyarakat yang beraktivitas di kota itu diperkirakan lebih dari 1 juta orang setiap hari.

Wakil Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Herman Tony mengatakan, salah satu tantangan Kota Yogyakarta adalah kemacetan lalu lintas. Pada masa libur panjang, jumlah kendaraan di "Kota Gudeg" itu meningkat tajam sehingga kemacetan terjadi di ruas tertentu. "Banyak wisatawan yang mengeluhkan soal kemacetan lalu lintas," katanya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta Halik Sandera menuturkan, pesatnya pertumbuhan hotel di Yogyakarta juga berpotensi memunculkan masalah, antara lain berkurangnya ketersediaan air tanah. Tahun lalu, misalnya, sejumlah warga di Kampung Miliran, Kelurahan Mujamuju, Umbulharjo, mengeluhkan kekeringan sumur mereka.

"Kekeringan itu diduga karena keberadaan hotel di dekat kampung mereka. Hotel itu juga mengambil air tanah. Setelah hotel itu berhenti mengambil air tanah, ternyata sumur warga tak lagi kering," kata Halik.

Haryadi Suyuti mengatakan, pemkot menyadari berbagai tantangan itu. Dalam hal kemacetan lalu lintas, sejumlah upaya ditempuh, misalnya pembuatan sistem pengaturan lampu lalu lintas jarak jauh dan pemberlakuan jalur searah. Pengawasan lalu lintas juga dilakukan dengan kamera pemantau (CCTV). Mulai tahun lalu, pemkot juga memberlakukan larangan bus pariwisata masuk ke wilayah sekitar Keraton Yogyakarta atau kerap disebut Jeron Beteng.

Sebagai gantinya, disediakan mobil wisata khusus bernama Si Thole untuk mengangkut turis ke Jeron Beteng. Selain untuk mengurai kemacetan di sekitar Keraton, langkah itu juga untuk melindungi bangunan cagar budaya di Jeron Beteng. Selain itu, perbaikan lapangan parkir pun dilakukan pemkot bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DIY.

Haryadi menambahkan, pemkot juga memberlakukan moratorium pendirian hotel baru mulai 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2016.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juli 2015, di halaman 22 dengan judul "Inovasi untuk Jawab Tantangan".

Comments: