Kota Manado: Menjauhnya Rasa Nyaman

Selasa, 14 Juli 2015 | 15:00 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Suasana malam di sekitar Jembatan Soekarno di Manado, Sulawesi Utara Kamis (25/6).


Oleh Jean Rizal Layuck

Hari ini, 14 Juli, Kota Manado, Sulawesi Utara, menapaki usia ke-392 tahun. Di usia yang cukup tua, atmosfer ulang tahun pun nyaris tiada. Warga dan pemerintah memilih diam dalam menyambut hari jadi kota dengan slogan "Manado kota menyenangkan" karena nyatanya rasa nyaman hanya retorika dan makin jauh dari realitas.

Ribuan lampu jalan sebagai penerang dan penghias kota nyaris tidak berfungsi. Sepanjang jalan dari bandara, lampu jalan yang menyala dapat dihitung dengan jari. Sejumlah jalan protokol juga tampak buram. Kehidupan malam hanya terlihat di ruas Jalan Boulevard, yang cahaya lampunya berpendar dari pertokoan dan pusat perbelanjaan di kawasan itu.

Kondisi itu diperparah kemampuan suplai listrik dari PT PLN yang makin terbatas sehingga kerap sebagian kota gelap akibat pemadaman bergilir. Kota Manado memiliki luas 15.726 hektar dan bertambah luas setelah reklamasi pantai seluas 76 hektar.

Gelapnya Manado yang berpenduduk 420.000 jiwa itu memicu angka kriminalitas di Kota Kawanua naik drastis dalam tiga tahun belakangan. Tawuran antarwarga kampung serta kasus penganiayaan terjadi di mana-mana setelah pelaku meneguk minuman keras tradisional, captikus.

Berdasarkan Catatan Polres Kota Manado tahun 2013, terjadi 40 jenis kasus kriminal dengan angka penganiayaan berat dan ringan 726 kasus. Beberapa kasus penganiayaan itu merengut korban jiwa akibat benda tajam. Sebagian pelaku penganiayaan adalah anak-anak muda berusia belasan tahun. Kriminalitas itu membuat Kota Manado terasa tak nyaman.

Kapolres Kota Manado Komisaris Besar Rio Permana Mandagi menyatakan keprihatinannya sekaligus mempertanyakan sikap pemerintah kota yang dinilai kurang cerdas membina warganya.

Beruntung Polres Manado dengan segala kemampuannya, tanpa dukungan dana Pemkot Manado, mengantisipasi kriminalitas dengan membentuk Tim Khusus Paniki yang melakukan ronda kota sekaligus menindak langsung pelaku di lapangan. Tim Paniki bekerja sama dengan Tim Khusus Baracuda bentukan Polda Sulut.

Kapolda Sulut Brigjen (Pol) Wilmar Marpaung secara tegas memberlakukan jam malam bagi anak-anak muda berkeliaraan di atas pukul 24.00. "Kami perintahkan tangkap anak-anak itu jika masih di jalan pada tengah malam," katanya.

Kondisi ini, disadari betul oleh Wali Kota Manado Vicky Lumentut terjadi karena Manado yang gelap akibat keterbatasan suplai listrik dari PT PLN untuk lampu jalan sebagai prasarana penting kota. Tahun 2013, dia membuat program lampu jalan dengan tenaga matahari, solar cell. Akan tetapi, program solar cell menelan anggaran hampir Rp 50 miliar dalam tiga tahun anggaran APBD 2013, 2014, dan 2015 nyaris berantakan.

Anggota DPRD Kota Manado, Roy Maramis, mengatakan, sekitar 500 lampu dipasang hampir di seluruh wilayah kota. Akan tetapi, lampu jalan solar cell itu hanya berfungsi dua minggu, setelah itu padam dan Manado menjadi gelap lagi.

Lumentut berdalih gagalnya proyek solar cell itu karena baterai terpasang dalam setiap lampu hilang dicuri. Meski demikian, sejumlah anggota DPRD meragukan pernyataan Wali Kota sebab baterai lampu jalan berada di atas tiang. "Siapa yang mencuri, harus diusut," kata Maramis. Sebagian anggota DPRD Kota Manado mencium aroma korupsi dari proyek tersebut.

Anggota DPRD Kota Manado lainnya, Arthur Rahasia, mengatakan kelabakan menjawab pertanyaan warga Kombos soal solar cell ketika ia melakukan reses beberapa waktu lalu.

Warga protes lampu jalan solar cell tidak berfungsi setelah terpasang hampir setahun. Warga bahkan menyebut tiang lampu solar cell setinggi 5 meter sebagai "Pohon Taininge", pohon yang tidak ada daunnya.

Meski gelap, Wali Kota mengklaim telah terjadi transformasi pembangunan kota selama lima tahun kepemimpinannya. Keharmonisan masyarakat yang pluralisme, hidup rukun dalam sebuah kota, terus terpelihara.

Delapan unggulan

Ketika menghadiri acara berbuka puasa di Masjid Al-Ikhlas Karame pekan lalu, Lumentut mengatakan pemerintahnya sangat didukung masyarakat Manado yang beradab memiliki toleransi tinggi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Transformasi pembangunan itu masuk dalam delapan program unggulan yang dicanangkan sejak menjadi wali kota. Delapan program itu antara lain program Universal Coverage (UC) di bidang kesehatan, santunan duka, menaikkan honor buruh sampah, pembangunan berbasis lingkungan, pendidikan gratis dan insentif tokoh agama se-Kota Manado.

Lumentut mengatakan, delapan program unggulan itu adalah dasar mewujudkan Kota Manado sebagai kota cerdas (smart city). Dalam pembangunan manusia sangat penting proses akselerasi pembangunan. Oleh karena itu, sebagian anggaran pemkot digelontorkan kepada mereka yang berada dalam lingkaran program.

Sekretaris Kota Haefry Sendoh menjabarkan program kesehatan UC pemkot berbeda dengan program BPJS. Program itu langsung memberi pelayanan kepada warga kota yang dirawat dan berobat di delapan rumah sakit di Manado dengan status perawatan kelas III.

"Warga kota dapat berobat gratis dengan menunjukkan KTP dan kartu keluarga dalam tempo 3 kali 24 jam," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado Robby Mottoh mengatakan, program UC memberi jaminan kesehatan selama 24 jam untuk sejumlah puskesmas di 11 kecamatan.

Program UC yang berlangsung sejak Januari 2013, ujar Mottoh, memberi manfaat bagi masyarakat. Hal itu dapat dilihat dengan tingginya angka Indeks Pembangunan Manusia Kota Manado yang mencapai 7,79 tahun 2014, tertinggi di Sulut.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga dilakukan melalui program pembangunan berbasis lingkungan yang setiap kelurahan memperoleh dana pembangunan Rp 75 juta per tahun. Program itu diserahkan kepada masyarakat melalui kepala lingkungan. Sebagian memilih membuat jalan setapak dan memperbaiki saluran di wilayahnya.

Sendoh menyebut pemerintah kota juga memberi honor kepada setiap kepala lingkungan yang tersebar di 11 kecamatan dan 98 kelurahan. Setiap kepala lingkungan setingkat RW itu mendapat honor Rp 2.250.000 per bulan. Sebanyak 925 tokoh agama seperti pendeta dan ustaz juga ketiban honor Rp 1 juta setiap bulan.

"Apa lagi program yang kurang untuk masyarakat. Semuanya terpenuhi, akta kelahiran dan kematian juga gratis. Kami juga memberi subsidi setiap warga meninggal Rp 2,5 juta. Dana diberikan dengan maksud pembelian peti dan angkutan jenazah," katanya.

Akan tetapi, Manado sebagai kota pantai sesungguhnya telah menarik banyak investor untuk membangun Kota Kawanua itu. Investasi Lippo Grup senilai Rp 5 triliun menjadikan Manado sebagai Monaco kecil terintegrasi dengan Monaco Bay.

Proyek ini menunjukkan Manado memiliki potensi besar sebagai kota dunia di Indonesia, termasuk pesatnya pertumbuhan pusat perbelanjaan dan pusat hiburan di lahan reklamasi. Cuma sayang, perkembangan kota hanya menjadi milik investor, sementara masyarakat belum menikmati kenyamanan secara sempurna karena aliran lampu saja tak pernah cukup.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juli 2015, di halaman 22 dengan judul "Menjauhnya Rasa Nyaman".



Comments: