Kota Pekanbaru: Upaya Membenahi Kota Besar

Sabtu, 27 Juni 2015 | 15:00 WIB
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Kota Pekanbaru dengan latar landas pacu Bandara Sultan Syarif Kasim II yang tengah diperpanjang untuk meningkatkan kapasitas penumpang.

Oleh Syahnan Rangkuti

"Bersih sekali kota ini." Kalimat itu acap kali disampaikan para pendatang saat pertama kali menjejakkan kaki di Kota Pekanbaru, Riau. Penilaian itu memang tidak salah. Soal kebersihan, kota yang berada di tengah Pulau Sumatera ini memang terbilang bagus.

Jarang terlihat sampah yang berceceran di pinggir jalan, apalagi di jalur utama kota. Tidak mengherankan jika dalam 10 tahun terakhir Pekanbaru menerima sembilan anugerah Adipura untuk kota besar di Indonesia.

Meski demikian, tugas menjaga kebersihan kota masih tertumpu pada ratusan pekerja kebersihan kota yang sering disebut sebagai "armada pasukan kuning". Cinta kebersihan belum menjadi kebiasaan seluruh warganya. Banyak warga masih membuang sampah sembarangan. Pemandangan orang melempar sampah bekas makanan atau tisu dari mobil yang sedang melaju masih kerap terlihat.

Dari segi lalu lintas, kota di tepian Sungai Siak ini juga cukup rapi. Angkutan publik lumayan baik. Meski tidak memiliki jalur khusus bus seperti di Jakarta, Pekanbaru memiliki bus terintegrasi (penumpang hanya sekali membayar untuk mencapai tujuan terakhir) dengan nama Trans Metro Pekanbaru (TMP). Bahkan, TMP sudah melayani penumpang sampai ke wilayah Kabupaten Kampar di kawasan Pandau.

Sayangnya, pengelola transportasi umum murah itu masih belum mampu membuat jadwal teratur. Waktu tunggu kedatangan bus masih terbilang lama. Selain itu, belum banyak halte tersedia (kecuali di jalan protokol) sehingga penumpang harus turun naik lewat tangga darurat di pinggir jalan.

Kondisi itu tidak langsung mengurangi nilai tata kelola transportasi publik di mata pemerintah pusat. Kementerian Perhubungan kerap mengganjar kota ini dengan piala Wahana Tata Nugraha sebagai kota yang mampu mengatur transportasi publiknya dengan baik. Sebagai hadiah, akhir tahun ini Kementerian Perhubungan memberikan 50 bus untuk Pekanbaru sehingga dapat dipakai memperpendek jadwal kedatangan.

Namun, ada minusnya juga. Berbeda dengan Jakarta yang para pengendaranya gemar memacu kendaraan saat lalu lintas sepi, di Pekanbaru banyak kendaraan yang berjalan santai di jalur cepat. Bahkan, tidak sedikit kendaraan bergeming meski ada klakson dari kendaraan di belakang yang ingin mendahului. Kebiasaan buruk lainnya, banyak kendaraan berjalan pelan saat lampu lalu lintas masih hijau, tetapi memacu gas tatkala lampu berganti warna.

Infrastruktur

Infrastruktur dasar kota seperti jalan raya cukup baik. Jarang ditemukan jalan-jalan dalam kondisi rusak meski tidak seluruhnya dapat dikategorikan baik. Pasokan listrik sedikit defisit. Namun, pada akhir tahun ini, pembangkit listrik tenaga uap di Kecamatan Tenayan Raya akan beroperasi menyediakan daya 2 x 110 megawatt (MW).

Saat ini, lelang proyek pembangkit listrik baru berkapasitas 250 MW sedang berlangsung. Jika lancar, pada 2018, Pekanbaru akan swasembada, bahkan surplus listrik.

Kebutuhan mendasar kota yang cukup buruk di kota ini adalah layanan air bersih. Wali Kota Pekanbaru Firdaus pun mengakui kondisi itu. Air bersih dari PDAM Tirta Siak hanya mampu memasok sekitar 10 persen dari warga kota berjumlah 1,1 juta orang. PDAM itu memang bermasalah dan sangat rumit, bagai benang kusut. Persoalan itu merupakan peninggalan wali kota sebelumnya dan Firdaus cenderung belum fokus memperbaikinya.

Satu hal yang belum banyak diketahui warga, Pemerintah Kota Pekanbaru memiliki perusahaan daerah yang bekerja sama dengan swasta membangun usaha bidang telekomunikasi, PT Telekomunikasi Pekanbaru Madani. Perusahaan itu sudah menanam 157 kilometer serat optik di 71 koridor jalan di seantero kota. Dengan teknologi serat optik, pembangunan menara telekomunikasi tinggi tidak diperlukan lagi.

"Kami memikiki 140 core yang mampu melayani seluruh provider yang ada di Pekanbaru. Biayanya lebih murah daripada memakai tower tinggi. Kami juga sedang membangun gedung server setinggi enam lantai di Jalan Arifin Achmad untuk kebutuhan perusahaan yang mau menyewa penyimpanan data. Nantinya, menyimpan data tidak perlu lagi di Jakarta atau Singapura. Akhir tahun ini, gedung itu selesai," ujar Heri Susanto, Direktur PD Pembangunan Pekanbaru.

Perangkat telekomunikasi itulah yang akan dipakai mendukung misi Pemerintah Kota mempercepat upaya membangun kota modern yang smart (pintar), green (hijau), dan livable (layak huni). Konsep-konsep untuk pembangunan itu sudah disusun secara rapi dan sebagian sudah pula dikerjakan.

Pelayanan publik

Pemerintah Kota Pekanbaru sudah melaksanakan program e-government (pemerintah yang menggunakan teknologi informasi untuk informasi dan pelayanan kepada masyarakat) sejak 2014. Program itu meliputi e-perencanaan, e-pendapatan, e-pengelolaan, e-perizinan dan e-pelaksanaan. Meski belum sebagus Surabaya, perubahan menjadi lebih baik sudah terlihat.

Di bidang sekretariat, misalnya, surat-surat yang masuk dan keluar dapat dipantau keberadaan dan kontennya. Apabila ada surat yang macet di jalan, dapat diketahui pada bagian mana berhentinya. Pemerintah Kota juga sudah memiliki perangkat pengukur pemasukan daerah sehingga pendapatan dari pajak atau retribusi akan diketahui setiap hari. Masyarakat pun dapat mengakses e-perencanaan dari hasil musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan.

"Selain program fisik, kami berupaya membangun sikap pegawai yang profesional, berakhlak, amanah, taat aturan, dan santun," kata Firdaus.

Keterlibatan warga dalam pembangunan juga sudah dilakukan. Di setiap kecamatan dibentuk sebuah lembaga bernama Organisasi Masyarakat Setempat yang berfungsi merencanakan, mengordinasikan, dan melaksanakan pembangunan di lingkungannya.

Pengamat sosial Kota Pekanbaru, Rawa el Amady, mengatakan program-program yang dicanangkan ataupun sudah mulai dilaksanakan Pemerintah Kota Pekanbaru cukup bagus dan ideal dalam konteks wacana. Hanya saja, secara riil, upaya itu belum banyak diketahui atau dimanfaatkan oleh warga kota.

"Program-program yang disampaikan wali kota mungkin baik, tetapi saya belum melihat perubahan sikap profesional, taat aturan, apalagi akhlak pegawai kota yang melaksanakannya. Perizinan di kota ini, menurut saya, masih berbelit-belit. Berbagai pungutan liar masih saja ada, termasuk di sekolah. Yang mesti dilakukan Firdaus pertama kali seharusnya adalah mereformasi mental pegawai negeri pemerintah kota yang masih minta dilayani. Setelah itu hilangkan korupsi di kota ini. Kalau itu dilakukan, pasti kota ini akan lebih baik," kata Rawa.

Penataan kota pun, tambah ahli antropologi itu, masih semrawut, di mana-mana tumbuh ruko tanpa ada pembatasan. Jika tidak cepat ditata, Pekanbaru justru berkembang menjadi "kota sejuta ruko".

Pemerintah Kota mesti menyadari masih banyak hal harus dibenahi di kota yang tengah tumbuh besar ini. Banyak pihak mungkin masih kurang puas. Tidak salah jika melanjutkan program ideal yang sudah direncanakan, tetapi dengan evaluasi yang ketat.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2015, di halaman 22 dengan judul "Upaya Membenahi Kota Besar".

Comments: