Kota Administratif Jakarta Timur: Perumahan Warga yang Layak

Kamis, 25 Juni 2015 | 15:00 WIB
Kompas.com/Tangguh Sipria Riang Suasana di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Pulogebang, Jakarta Timur, Jumat (29/5/2015).


Oleh Madina Nusrat


Bencana banjir yang melanda Jakarta tahun 2013 menjadi momentum bagi Pemerintah Provinsi DKI menata kembali permukiman warga untuk mengembalikan fungsi ruang terbuka hijau. Kota Jakarta Timur menjadi wilayah yang luas untuk pembangunan rumah susun sederhana sewa sebagai tempat relokasi warga yang terkena proyek penataan.

Bukan hal mudah merelokasi warga ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa), dan itu menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Jakarta Timur. Terhitung hampir tiga tahun terakhir setidaknya 21.000 jiwa dari sejumlah tempat di Jakarta direlokasi ke 5.320 unit di 12 lokasi rusunawa di Jakarta Timur.

Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana mengatakan, pekerjaan relokasi warga itu tak dapat dikerjakan sendiri. Sebaliknya, pekerjaan itu hanya dapat dilaksanakan dengan kerja sama lintas sektor lewat operasi kemanusiaan. Mulai dari kepolisian, TNI, satuan polisi pamong praja (satpol PP), hingga aparat pemerintah membantu warga relokasi ke unit rusun yang telah disediakan.

"Tidak berhenti di situ, kami aparat pemerintah juga terus memberikan edukasi cara hidup yang bersih di rusun sekaligus cara pemakaian listrik yang hemat," papar Bambang, beberapa waktu yang lalu.

Tiap rusunawa yang telah dihuni juga dilengkapi dengan klinik kesehatan, perpustakaan, dan taman bacaan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup penghuninya, disediakan pula koperasi yang dana awalnya dibiayai pemerintah dan juga dana dari pihak swasta.

Terkait pendataan penghuni rusunawa, Wali Kota Jakarta Timur dibantu Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah III DKI Sayid Ali, yang menyediakan data setiap warga yang direlokasi. Seluruh data penghuni ataupun calon penghuni dimasukkan secara digital.

"Setiap relokasi berlangsung, warga yang diterima hanya terbatas yang masuk dalam daftar yang direlokasi. Hanya warga yang memiliki identitas yang sesuai dengan data digital yang ada yang akan diterima sebagai penghuni rusun," papar Sayid.

Sejauh ini, menurut Sayid, warga yang diprioritaskan menghuni rusun masih terbatas warga yang tempat tinggalnya terkena proyek pembangunan, terutama proyek pengendalian banjir.

Kendati tak sedikit warga Jakarta bukan korban penggusuran yang telah mendaftar menempati rusun yang didirikan Pemprov DKI. Jumlah pendaftarnya di Jakarta Timur sudah mencapai 5.000 orang lebih.

"Pada akhirnya kami hanya dapat memberikan kesempatan bagi warga yang mendaftar itu menunggu unit yang telah dikosongkan penghuni sebelumnya," jelas Sayid.


Tak sedikit unit-unit rusun itu, lanjut Sayid, yang disewakan kembali oleh warga yang memiliki hak menghuni, kepada orang lain. Oleh karena itu, pemerintah terus mencoba menertibkan hal ini dan memberikan hak sewa unit tersebut kepada warga yang masuk daftar tunggu.

Masih menurut Sayid, saat ini setidaknya ada lebih dari 400 keluarga yang sedang dalam proses relokasi terkait normalisasi Kali Ciliwung, yakni warga Kampung Pulo, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Warga kampung itu direlokasi ke rusunawa Jatinegara di dekat dengan Kampung Pulo.

Setelah relokasi warga Kampung Pulo selesai, akan dilanjutkan dengan relokasi warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang berada berseberangan dengan Kampung Pulo. Kedua permukiman berdiri di bantaran Kali Ciliwung yang kini dalam proses normalisasi sebagai upaya pengendalian banjir.

Menurut Sayid, warga Bukit Duri itu pun akan direlokasi ke sejumlah rusunawa di Jakarta Timur, seperti rusunawa Cipinang Besar Selatan dan Pulogebang.

Proses relokasi, menurut Sayid, akan menjadi tanggung jawab pemerintah kota masing-masing. Namun, seluruhnya tetap berdasarkan data digital penduduk yang menjadi sasaran penataan lingkungan.

Oleh karena itu, Sayid pun menjamin tak akan ada kekeliruan pada penempatan warga di rusunawa. Sebab seluruhnya telah didata sejak awal kemudian dituangkan ke dalam data digital yang aman.

"Autodebet"

Pendataan digital tiap-tiap penghuni rusun sekaligus digunakan sebagai data pembayaran iuran sewa unit rusunawa. Pembayaran sewa yang sebelumnya dilaksanakan secara manual, dengan menyetor uang tunai kepada pengelola rusunawa, kini bisa dilaksanakan dengan menggunakan autodebet di Bank DKI.

Dengan penerapan autodebet itu, menurut Sayid, tak ada satu pun aparat pemerintah yang bisa intervensi dalam pembayaran sewa unit rusunawa. Penerapan autodebet itu sangat strategis mengatasi potensi korupsi di tingkat pemerintah.

"Tak ada lagi yang bisa ikut campur terkait uang yang disetorkan warga untuk membayar sewa unit. Semua langsung masuk ke data Bank DKI dan itu menjadi acuan kami dalam mengawasi ketertiban warga membayar sewa," papar Sayid.

Sebelum diterapkan autodebet, kata Sayid, tak sedikit penghuni yang menunggak sewa unit rusunawa hingga bertahun-tahun.

Namun, dengan autodebet, penghuni diwajibkan memiliki saldo yang lebih besar dibandingkan dengan tarif sewa unit per bulan. Dengan demikian, pihak bank akan langsung memotong saldo tabungan setiap penghuni rusun untuk membayar biaya sewa. Sebaliknya, penghuni rusun dapat mencicil biaya sewa unit layaknya menabung uang di bank.

Data digital itu pula yang digunakan untuk pelayanan kependudukan bagi warga penghuni rusunawa. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Edison Sianturi menyampaikan, pelayanan kependudukan bagi warga rusunawa diadakan secara maraton setelah warga menempati unit tempat tinggalnya.

Dengan pendataan kependudukan itu, warga akan lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan dan juga pendidikan yang disedikan Pemprov DKI, seperti layanan Kartu Jakarta Sehat ataupun Jakarta Pintar.

"Data kependudukan ini sangat penting bagi penghuni unit rusun supaya mereka dapat mengakses hak-haknya sebagai warga Jakarta," paparnya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Juni 2015, di halaman 22 dengan judul "Perumahan Warga yang Layak".

Comments: