Bacakan Nota Pembelaan, Kuasa Hukum Bupati Nganjuk Nonaktif Singgung Uang Dalam Brankas yang Disita Penyidik

Senin, 6 September 2021 | 18:47 WIB

Sidang pembacaan eksespi sidang dugaan perkara jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Hidayat di pwngadilan Tipikor Surabaya, Senin (6/9/2021).KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL Sidang pembacaan eksespi sidang dugaan perkara jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Hidayat di pwngadilan Tipikor Surabaya, Senin (6/9/2021).

SURABAYA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Hidayat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa dalam dugaan perkara jual beli jabatan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (6/9/2021).

Dalam nota pembelaannya, tim kuasa hukum menyebutkan, dakwaan jaksa tidak jelas dan kabur, sehingga mejelis hakim diminta untuk menolak semua dakwaan.

"Dakwaan jaksa kabur dan tidak jelas, karena itu kami minta majelis hakim menolak dakwaan jaksa," kata Ade Drarma Maryanto ditemui usai sidang, Senin (6/9/2021).

Baca juga: Bupati Nonaktif Nganjuk Didakwa Korupsi Jual Beli Jabatan, Terima Gratifikasi Rp 692 Juta

Singgung uang dalam brankas

Ilustrasi brankas. shutterstock Ilustrasi brankas.

Ada beberapa poin yang dicatat oleh tim kuasa hukum sebagai alasan mengapa dia menyebut dakwaan jaksa kabur dan tidak jelas.

Salah satunya, soal nominal uang yang disita oleh penyidik dari dalam brankas saat terjadinya operasi tangkap tangan terhadap Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Hidayat.

"Dalam dakwaan menyebut ada uang Rp 672 juta yang ditemukan dalam brankas pribadi terdakwa dan uang senilai Rp 255 juta. Ini yang benar yang mana?" tanya Ade.

Mengenai uang dalam brankas pribadi, menurut Ade, itu adalah hal yang wajar karena selain sebagai kepala daerah, kliennya juga seorang pengusaha.

Sehingga, menurutnya, uang dalam brankas tidak dapat dijadikan alat bukti.

Selain itu, kata Ade, jaksa tidak konsisten menyebut aksi yang dilakukan terdakwa apakah termasuk suap atau gratifikasi.

"Suap dan gratifikasi adalah berbeda, definisi maupun sanksinya. Ini merugikan terdakwa untuk membela hak-haknya," jelasnya.

Baca juga: Dakwaan Jaksa Dianggap Kabur, Kuasa Hukum Bupati Nonaktif Nganjuk Ajukan Eksepsi


 

Menanggapi nota keberatan kuasa hukum, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Nganjuk  Andie Wicaksono enggan berkomentar banyak.

Dia hanya menjelaskan jika jaksa akan memberikan tanggapan eksepsi pekan depan.

"Kita akan berikan tanggapan minggu depan," katanya.

Dalam dakwaan pada sidang pekan lalu, jaksa menyebut terdakwa Bupati Nganjuk Nonaktif Novi Rahman Hidayat meminta uang sebesar Rp 10-15 juta untuk pengisian jabatan perangkat desa.

Baca juga: Bupati Nonaktif Nganjuk Minta Rp 10 Juta-Rp 15 Juta untuk Pengisian Jabatan Perangkat Desa

Terdakwa didakwa melanggar pasal 12 huruf e UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Novi ditangkap tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 10 Mei 2021 lalu.

Dalam OTT tersebut tim gabungan mengamankan 10 orang termasuk Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.

Selain Bupati Nganjuk, KPK menetapkan enam orang tersangka lain dalam kasus ini  yakni Camat Pace Dupriono, Camat Tanjunganom dan sebagai Plt Camat Sukomoro Edie Srijato, dan Camat Berbek Haryanto.

Selain itu Camat Loceret Bambang Subagio, Mantan Camat Sukomoro, Tri Basuki Widodo, dan ajudan Bupati Nganjuk, M Izza Muhtadin. 


Penulis : Kontributor Surabaya, Achmad Faizal
Editor : Pythag Kurniati