Koordinasi, Apa Sih Susahnya?

Sabtu, 14 Agustus 2021 | 09:48 WIB

Ilustrasi koordinasi antarpekerja di kantorDok. Pexels Ilustrasi koordinasi antarpekerja di kantor

“Pencapaian suatu organisasi merupakan hasil kerja keras dari setiap individu.” - Vince Lombardi

KITA tahu, semua lini dan bidang di pemerintahan bergerak untuk mengatasi pandemi. Akan tetapi, hasil yang terlihat sepertinya tidak terlalu menggembirakan.

Belum lama ini, seorang ahli epidemiologi mengkritik pemerintah di media sosial atas cara kerja mereka yang tidak terencana dan terstruktur dalam mengatasi pandemi.

Ia menilai, hal tersebut membuat Indonesia berada di papan atas untuk jumlah kasus positif dan kematian akibat Covid-19.

Memang kita melihat, semua negara mengalami masa sulit mengatasi pandemi. Akan tetapi, dengan koordinasi yang lebih baik, ternyata sejumlah negara, seperti China, Selandia Baru, disusul beberapa negara Eropa, bahkan Amerika Serikat (AS) yang tadinya terlihat parah, berhasil melalui masa-masa kritis dengan lebih cepat.

Karakter koordinasi negara yang makro, sebenarnya juga dapat tecermin dari organisasi kecil sebagai miniaturnya.

Kita bisa belajar bagaimana proses koordinasi di rumah sakit besar bisa terasa seamless sekali.

Setiap petugas dapat mengetahui informasi pasien terkini dengan mudah tanpa harus bolak balik bertanya kepada pasien.

Sejarah riwayat kesehatan pasien pun tersimpan dengan baik sehingga tim yang menangani dapat mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan keahlian mereka masing-masing.

Betapa indahnya sistem yang menjadi tulang punggung koordinasi ini sehingga pasien merasa benar-benar berada di tangan yang baik. Penanganan pun terasa personal meskipun baru sekali bertemu karena setiap petugas paham dengan baik kondisi pasien.

Pasien tidak lagi mengalami frustrasi karena harus berulang-ulang menjelaskan kondisinya ketika ia berpindah bagian perawatan.

Gampang susahnya berkoordinasi

Di permukaan, koordinasi memang terlihat mudah sekali digambarkan, dipetakan, dan dijalankan. Namun, kenyataannya tidaklah demikian.

Eileen RachmanDok. EXPERD Eileen Rachman

Koordinasi yang kuat memerlukan dukungan infrastruktur yang disusun dengan sangat komprehensif, seperti yang dilakukan oleh Perdana Menteri Tony Blair dengan program joined up government dan Perdana Menteri Selandia Baru dengan program restore the center-nya.

Meski demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan koordinasi itu tidak berjalan dengan baik.

Bagaimanapun, koordinasi dalam organisasi dijalankan oleh manusia, yang setiap anggotanya memiliki spesialisasi; tujuan, baik divisi maupun pribadi; dan keyakinannya sendiri.

Setiap unit dalam organisasi memiliki cara dan standar untuk mengevaluasi metode kerjanya sendiri karena konsep kerja yang memang berbeda-beda.

Profesionalisme dari jabatan yang diemban pun dapat menumbuhkan ego, di mana demi prinsip, terkadang orang sulit bertoleransi.

Manusia juga sering kali memiliki persepsi dan orientasi yang berbeda terhadap waktu.

Itu sebabnya, sense of urgency setiap orang sering kali tidak sama. Sebagian orang merasa, suatu masalah harus dimatangkan dulu baru ditindaklanjuti. Sementara, ada sebagian lagi yang merasa bahwa waktu adalah jawaban terbaik untuk semua masalah. Ketika harus berkoordinasi, kepentingan-kepentingan inilah yang perlu diwaspadai.

Cara berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain pun bisa jadi berbeda. Kesamaan almamater atau profesi sering kali membuat komunikasi lebih mudah karena kesamaan bahasa dan latar belakang.

Seorang ahli manajemen berpendapat, komunikasi internal dalam organisasi harus menjadi prioritas utama.

Banyak pesan yang tidak tersampaikan dengan mulus, e-mail yang tidak terbaca karena begitu banyak, tidak adanya tindak lanjut hasil meeting yang jelas, kesulitan untuk mendorong individu mengungkapkan pendapatnya dalam rapat-rapat, juga top management yang sangat reaktif sehingga membuat tim kebingungan dalam menentukan arah.

Padahal, komunikasi internal yang buruk pasti berdampak pada komunikasi eksternal.

Sebagai rakyat, kita juga merasakan kebingungan ketika mendapati koordinasi pemerintah terkesan simpang siur antara apa yang diumumkan dengan kenyataan praktik di lapangan.

Untuk itu, perlu ada sistem governance yang jelas untuk mengawal koordinasi. Ada tiga poin yang patut diperhatikan terkait hal ini.

1. Dokumentasi

Sering kali, dokumentasi dilihat sebagai beban sehingga membuatnya seperti dinomorduakan. Padahal, hal ini justru bisa menjadi kunci komunikasi internal.

Kita memang perlu menyusun dengan jelas data apa yang penting untuk dicatat, bagaimana metode pencatatannya, dan bagaimana data tersebut akan diolah lebih lanjut.

Sekadar mencatat segala hal yang terjadi tanpa memahami esensinya akan berujung pada penumpukan data dan menghabiskan waktu.

Pada akhirnya, hal ini akan menurunkan motivasi pihak-pihak yang terlibat karena mereka sendiri tidak merasakan manfaat dari usaha yang sudah dikeluarkan.

Informasi yang terlalu berlebihan malah akan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih sulit. Pengambil keputusan yang tidak bisa memilah mana informasi yang penting dan tidak penting pada akhirnya justru menghambat koordinasi.

“If information is power, it is also a pain.” – Scott Canon.

2. Briefing

Kita tahu, membuat semua partisipan berada pada satu tingkat gelombang pemahaman tidaklah mudah. Oleh karena itu, briefing intensif yang melibatkan semua orang sangatlah penting untuk dilakukan.

Dalam briefing ini, kita harus memastikan ada tanya jawab dan diskusi untuk memastikan keseriusan koordinasi dan tercapainya pemahaman yang setara antarpartisipan.

3. Standardisasi

Dokumentasi dan briefing intensif belumlah cukup untuk memastikan koordinasi akan berjalan lancar. Kita sering lupa bahwa setiap divisi dengan keahlian dan sasarannya masing-masing bisa memiliki istilah, jargon, atau standar yang berbeda.

Karenanya, kita perlu membuat standar dalam bahasa yang betul-betul bisa dipahami bersama. Standardisasi ini sekaligus juga memperkuat bahwa sasaran yang akan dicapai adalah kesuksesan bersama, bukan kepentingan masing-masing.

“No one can whistle a symphony. It takes a whole orchestra to play it.” – HE Luccock


Penulis : Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Editor : Aditya Mulyawan