Aplikasi Media Australia Laris Pasca-Facebook Blokir Konten Berita

Selasa, 23 Februari 2021 | 17:15 WIB

Ilustrasi aplikasi ABCIlustrasi Ilustrasi aplikasi ABC

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Facebook melakukan pemblokiran terhadap konten berita di Australia. Keputusan tersebut merupakan buntut dari tuntutan pemerintah agar platform seperti Facebook dan Google membayar media.

Pemblokiran yang dilakukan Facebook, justru membuat popularitas aplikasi berita melonjak dan semakin banyak diunduh warga Australia.

Aplikasi dari kantor berita Australia Broadcasting Company (ABC) menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di App Store.

Bahkan, ABC juga mengungguli aplikasi selain Facebook termasuk Instagram, Messenger, dan WhatsApp. Seorang jurnalis senior asal Amerika Serikat Casey Newton membagikan tangkapan layar peringkat aplikasi tersebut.

"Aplikasi berita lokal Australia menduduki nomor satu di toko aplikasi sekarang. Fitur yang dimiliki, feed dengan urutan kronologi terbalik, misinformasi yang lebih sedikit dibanding merek ternama (Facebook), dan "cerita" yang tidak hilang dalam 24 jam," tulis Casey dengan sedikit menyindir Facebook.

Baca juga: Warga Australia Tak Bisa Lagi Baca Berita dari Facebook

"Saya pikir ini adalah sebuah kesempatan," imbuhnya.

Perusahaan riset aplikasi, App Annie juga menyebut ABC menjadi aplikasi gratis terlaris kedua untuk platform iOS di Australia. Aplikasi ABC, selisih tujuh angka mengungguli aplikasi Facebook.

Banyaknya warga Australia yang mengunduh aplikasi berita ABC, menjadi sebuah tanda pergeseran, bagaimana masyarakat di sana mengonsumsi berita.

Sebelumnya, banyak warga yang membaca berita dari Facebook. Di sisi lain, misinformasi dan hoaks juga masih sering beredar di platform tersebut.

Facebook lebih memilih memblokir konten berita di platformnya ketimbang harus membayar perusahaan media di Australia.

Facebook mengatakan, pertumbuhan bisnis dari konten berita tidak begitu besar. Persentase konten berita hanya kurang dari 4 persen, menurut Facebook.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison menilai, keputusan Facebook tersebut adalah ancaman bagi orang Australia.

Baca juga: Facebook Mulai Batasi Konten Politik di Indonesia, Apa Dampaknya bagi Pengguna?

"Keputusan untuk menutup situs-situs seperti yang mereka lakukan kemarin adalah semacam ancaman, saya tahun bagaimana warga Australia bereaksi pada hal tersebut dan saya pikir yang mereka (Facebook) lakukan bukanlah langkah yang tepat," kata Morrison, dirangkum KompasTekno dari Mashable, Selasa (23/2/2021)

Keputusan Facebook memblokir konten berita dilakukan setelah pemerintah Australia mengesahkan undang-undang baru bernama News Media Bargaining Code Law.

Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan teknlogi seperti Facebook dan Google untuk membayar komisi kepada perusahaan media, untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search.

Google ambil langkah berbeda

Berbeda dengan Facebook, Google bersedia mematuhi aturan baru tersebut. Sebab Google terikat dengan konten berita melalui mesin pencariannya, Google Search.

Perusahaan teknologi itu baru-baru ini setuju membayar ke perusahaan media milik konglomerat kelahiran Australia dan berkewarganegaraan Amerika Serikat, Rupert Murdoch, yakni News Corporation.

Keputusan itu dilakukan sehari jelang aturan baru diberlakukan.

Baca juga: Sejarah Google, Raksasa Mesin Pencari yang Hampir Dijual Murah

Dilaporkan BBC, Google sepakat membayar untuk konten dari seluruh jaringan perusahaan media di bawah naungan News Corp, seperti The Sun, The Times, Wall Street Journal, dan The Australian.

"(Keputusan) ini telah membawa hal yang menggembirakan bagi perusahaan kami selama lebih dari satu dekade dan saya bahagia bahwa syarat perdagangan telah berubah, tidak hanya untuk News Corp, tetapi bagi semua penerbit," kata Robert Thomson, kepala eksekutif News Corporation, dihimpun dari BBC.


Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi
Editor : Yudha Pratomo