Maskapai Australia Qantas Bakal PHK 6.000 Pegawai

Kamis, 25 Juni 2020 | 12:37 WIB

Pesawat Boeing 787-9 milik maskapai Qantas Airlines.SHUTTERSTOCK Pesawat Boeing 787-9 milik maskapai Qantas Airlines.

LONDON, KOMPAS.com - Maskapai penerbangan asal Australia Qantas bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 6.000 pegawai, sebagai bagian dari rencana untuk bertahan di tengah pagebluk virus corona.

Dilansir dari BBC, Kamis (25/6/2020), jumlah pegawai yang terdampak PHK itu setara dengan seperlima dari total pegawai Qantas sebelum krisis akibat virus corona.

Pada Maret 2020, Qantas merumahkan sementara 80 persen pegawainya.

Baca juga: Maskapai Jerman Lufthansa Bakal PHK 22.000 Pegawai

Maskapai penerbangan nasional Negeri Kangguru tersebut menyatakan, anjloknya bisnis transportasi udara telah memukul pendapatan.

Adapun pada pekan lalu, pemerintah Australia menyatakan perbatasan akan tetap ditutup hingga tahun depan. Ini memaksa Qantas membatalkan seluruh penerbangan internasionalnya hingga akhir Oktober 2020, kecuali ke Selandia Baru.

CEO Qantas Alan Joyce mengungkapkan, pihaknya memroyeksikan pendapatan yang lebih kecil dalam tiga tahun ke depan. Dengan demikian, operasional Qantas harus lebih kecil pula agar dapat bertahan.

"Tindakan yang harus kami lakukan akan memberikan dampak besar bagi ribuan pegawai kami. Namun, anjloknya pendapatan hingga miliaran dollar AS membuat kami hanya memiliki sedikit pilihan di jangka panjang, jika kami menyelamatkan sebanyak mungkin posisi pekerjaan," ungkap Joyce.

Baca juga: Emirates Dikabarkan PHK Ratusan Pilot dan Awak Kabin

Joyce menyebut, Qantas dan anak usahanya, yakni maskapai penerbangan berbiaya rendah Jetstar akan terus memperpanjang periode dirumahkan sementara bagi 15.000 pegawai, sejalan dengan upaya menunggu kepastian pemulihan.

Sejumlah upaya percepatan pemulihan telah dilakukan oleh Qantas. Salah satunya adalah memarkir 100 armada pesawatnya, termasuk jajaran armada Airbus A380. Qantas pun menunda pembelian pesawat baru.


 

"Paduan yang dilakukan Qantas, yakni pemangkasan pegawai, pengurangan armada, dan penggalangan dana di pasar modal dirancang untuk menurunkan biaya selama krisis permintaan di industri penerbangan, dan memberikan dasar yang solid untuk pemulihan. Dalam jangka pendek hingga menengah, kuatnya pasar domestik Qantas akan membantu perolehan pendapatan lagi," ucap Greg Waldron, direktur pelaksana Asia di FlightGlobal.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) menyatakan, pendapatan maskapai di seluruh dunia akan merosot 55 persen dari level pada tahun 2019.

 

Baca juga: Dirut Garuda: 135 Pilot Garuda Bukan Di-PHK, tapi Dipercepat Masa Kontrak Kerjanya

Menurut IATA, butuh waktu lebih dari tiga tahun agar bisnis penerbangan dapat kembali ke level tahun lalu.

Analis industri penerbangan dari Endau Analytics Shukor Yusof mengungkapkan, kondisi buruk masih akan dihadapi maskapai di seluruh dunia, lantaran menghadapi dampak susulan pandemi virus corona.

"Krisis jauh lebih dalam dan luas dari yang kita pikirkan, serta akan memberikan dampak luar biasa bagi industri (penerbangan). Kita akan melihat permulaan periode menyakitkan dan penderitaan selama setidaknya 12 hingga 18 sebekum maskapai pulih secara perlahan," terang Yusof.


Penulis : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan