Kata Menteri Edhy, Budidaya Udang Lebih Untung Dibanding Tanam Sawit

Rabu, 10 Juni 2020 | 12:43 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2019-2024, Edhy PrabowoDok. KKP Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2019-2024, Edhy Prabowo

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, menyebut usaha di sektor budidaya perikanan sangat menjanjikan. Bahkan, bisa jauh lebih menguntungkan jika usaha dilakukan dengan model intensifikasi.

Dia mencontohkan, budidaya udang bisa menghasilkan untung sampai Rp 500 juta per tahun. Penghasilan ini jauh lebih besar ketimbang pendapatan dari petani karet maupun sawit.

"Dalam usaha berkebun karet atau sawit, pelaku usaha hanya mendapat penghasilan sekira Rp 15 juta per hektare per tahun. Tapi bayangkan kalau kita berbisnis udang dengan intensifikasi padat tebar 200 ekor per meter persegi, penghasilan yang diraup bisa sampai Rp 500 juta per tahun," kata Edhy seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/6/2020).

Lanjut Edy, dengan metode intensif, budidaya di tambak juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Baca juga: Menteri Edhy Kembali Bolehkan Penggunaan Cantrang untuk Tangkap Ikan

"Jika satu hektare secara intensif memperkerjakan lima orang, maka akan banyak tenaga kerja yang terlibat," kata Edhy.

Ia menegaskan komitmennya dalam memudahkan masyarakat, baik perizinan hingga akses pemodalan. Saat ini pemerintah sudah memiliki program kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga 6 persen dengan agunan berupa usaha. Adapun anggaran program KUR yang disiapkan mencapai Rp195 triliun.

Tak hanya itu, KKP juga memiliki skema lain bagi masyarakat yang ingin mengakses pemodalan usaha di sektor kelautan dan perikanan. Skema tersebut melalui dana BLU-LPMUKP dengan bunga hanya 3 persen per tahun.

"Ini semua bisa diakses untuk kepentingan bisnis produktif. Apalagi usaha budidaya udang yang nyata menguntungkan dan bankable," ujarnya.

Baca juga: Menteri Edhy Janjikan Pagu KUR Sampai Rp 50 Miliar untuk Sektor Kelautan dan Perikanan

Guna memenuhi target peningkatan produksi udang, KKP akan melakukan pengembangan model kawasan budidaya udang di berbagai daerah.

Tahun ini, KKP menargetkan lima lokasi pengembangan yakni di Aceh Timur, Sukabumi, Sukamara, Buol dan Lampung Selatan.

KKP juga memastikan model ini bisa menjadi rujukan untuk direplikasi baik oleh investor, maupun kalangan masyarakat.

Alasan cabut larangan ekspor benih Lobster

Sebelumnya, Edhy mengungkapkan alasan mencabut larangan pemanfaatan benih lobster lewat Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020.

"Lima tahun sebelum jadi menteri, saya mendengar langsung keluhan masyarakat pesisir, dari Sabang sampai Merauke. Banyak yang mengeluh (soal larangan pemanfaatan benih lobster) ke DPR," kata dia.


"Semangat awalnya sebenarnya saya ingin menghidupkan kembali lapangan kerja mereka," sambung Edhy.

Atas dasar itu, Ia kemudian membentuk tim dan melakukan kajian publik, kajian akademis serta melihat langsung ke lapangan. Bahkan, Edhy juga melakukan pengecekan ke Unversitas Tasmania, tempat penelitan lobster di Australia.

Baca juga: Edhy Prabowo Ungkap Alasan Cabut Larangan Pemanfaatan Benih Lobster

Hasilnya, dia menemukan adanya manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat dari komoditas lobster tanpa harus menghilangkan faktor keberlanjutannya.

"Ini lah yang semakin meyakinkan saya bahwa dalam rangka membangun industri lobster di Indonesia adalah keharusan dan suatu hal yang tepat. Memang ada kekhawatiran, makanya ada kontrol pengawasan komunikasi dua arah," kata dia.

Ia menyebut besarnya uang dari bisnis lobster. Kata Edhy, jika ada 100 juta benih lobster yang diambil oleh masyarakat dan dijual dengan harga Rp 5.000, maka akan muncul perputaran uang sebesar Rp 500 miliar.

"Hakekat peraturan ini sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," ujarnya.

Syarat ketat untuk Ekspor

Terkait beleid ekspor benih di Permen KP No. 12 Tahun 2020, politisi Partai Gerindra ini memastikan untuk mengutamakan aspek budidaya. Hal ini ditunjukkan melalui syarat ketat seperti sebelum mengekspor, siapapun harus melakukan budidaya terlebih dahulu.

Sementara untuk pembudidaya, juga mewajibkan mereka untuk melakukan restocking ke alam sebesar 2 persen dari hasil panennya.

Baca juga: Menteri Edhy Berikan Kenaikan Tunjangan buat Awak Kapal Pengawas Maling Ikan

"Ini aturan yang kita buat akan ada pemantauan dan pengawasan, setahun ada pemantauan dan evaluasi ke depan," tegas Edhy.

Oleh sebab itu, ia mengajak para mahasiswa Fakultas Perikanan untuk turut terlibat dalam melakukan pengawasan serta memberikan usulan di sektor kelautan dan perikanan.

Menurutnya, dengan banyaknya pengawasan dan masukan, jajarannya bisa menjadi lebih berhati-hati sekaligus memudahkan langkah dalam mengambil kebijakan, terutama di bidang budidaya.

Selain itu, Edhy juga membuka peluang bagi siapapun yang ingin terjun di komoditas lobster.

Meski begitu, ia memberikan catatan seperti, pelaku usaha harus bisa mempresentasikan sebaran lokasi pekerjaannya, jangkauan pelibatan nelayan, serta harga beli ke nelayan itu.

"Ini sudah kita wujudkan dalam bentuk juknis, dalam waktu dekat akan ada peraturan pemerintah yang menetapkan ini menjadi PNBP di sektor kelautan dan perikanan," jelasnya.

(Sumber: KOMPAS.com/Ade Miranti Kurnia | Editor: Yoga Sukmana)

 


Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris