Penambang Ilegal Sering Mengaku dari Keluarga TNI

Senin, 19 Agustus 2019 | 19:20 WIB

Kepala Desa Tancep, Sunardi (Membawa Kertas) Menunjukkan Surat Penolakan Warga terkait Penambangan Batu di Wilayah Tancep, Ngawen, Gunungkidul di Kodim 0730 Gunungkidul, Senin (19/8/2019)KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Kepala Desa Tancep, Sunardi (Membawa Kertas) Menunjukkan Surat Penolakan Warga terkait Penambangan Batu di Wilayah Tancep, Ngawen, Gunungkidul di Kodim 0730 Gunungkidul, Senin (19/8/2019)

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kodim 0730 Gunungkidul, Yogyakarta, menerima surat ketidaksetujuan dari masyarakat Padukuhan Seumberan, Desa Tancep, Kecamatan Ngawen.

Hal ini buntut dari penutupan area tambang di kawasan Kecamatan Gedangsari beberapa hari lalu. 

Komandan Kodim 0730 Gunungkidul Letkol Inf Noppy Laksana Armyanto menyampaikan, ada beberapa lokasi tambang yang ditutup sementara.

Sebelum melakukan penindakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak terkait masalah perizinan, dan ternyata tidak berizin.

Dari keterangan pengelola tambang saat dimintai keterangan di Kodim 0730, mereka mengaku dari keluarga besar TNI.

Namun, pernyataan dari pengelola tersebut tidak digubris. Pertambangan ilegal tetap dihentikan sementara sampai memiliki izin.

"Saat dimintai keterangan pengelola mengaku bahwa keluarga besar TNI, saat dimintai keterangan pihak kepolisian juga sama pengelola mengaku keluarga besar pihak kepolisian. Saya rasa itu hanya alibi dari pengelola saja," katanya, Senin (19/8/2019).

"Yang disebut-sebut bukanlah backing dari pengelola, itu hanya disebut saja, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Setelah ini kita limpahkan ke kepolisian," ucapnya.

Kepala Desa Tancep Sunardi menyampaikan surat yang telah ditandatangani seratusan warga kepada Kodim 0730 Gunungkidul.

Di daerahnya ada tambang batu sejak lama, dan setelah dirinya menjabat sudah memberikan surat teguran tersebut agar para penambang segera melakukan perizinan. 

Namun, para penambang tetap melakukan kegiatan meski mayoritas masyarakat menolak adanya tambang tersebut.

"Jalan banyak yang rusak, kalau hujan pasti jalannya licin. Beberapa rumah juga masuk dalam ancaman bahaya longsor jika hujan tiba," ujarnya.

Baca juga: Protes, Warga Gelar Upacara di Tepi Lubang Bekas Tambang Batu Bara


Dijelaskannya, penolakan warga dibuktikan dengan pengumpulan tanda tangan dari enam RT serta karangtaruna yang meminta pihak desa menutup lokasi tambang.

Namu,  lantaran keterbatasan kewenangan, pihaknya hanya menyampaikan teguran.

"Kewenangan kami hanya melakukan teguran tidak sampai pada penutupan tambang," ucapnya. 

Camat Ngawen, Slamet Winarno mengungkapkan hal serupa. Beberapa lokasi wilayahnya diperbolehkan untuk area tambang, tetapi aktivitas tambang tidak berizin.

Hal ini dibuktikan tidak adanya retribusi yang masuk ke daerah.

Penambang sering kali beralibi ingin meratakan tanah milik warga. Masyarakat secara umum tidak berkenan untuk dijadikan area tambang batu karena wilayah tersebut rawan bencana.

"Saat ditegur mereka berdalih ada orang-orang penting di belakang mereka yang dijadikan 'bemper'. Kalau urusan tambang memang wewenangnya provinsi kita hanya melakukan teguran agar mereka mengurus izinnya," ucapnya. 

Baca juga: Wagub Uu Tak Ragu Cabut Izin Usaha Tambang yang Melanggar Aturan


Penulis : Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono
Editor : David Oliver Purba