Asosiasi Fintech Bantah Tudingan OJK soal Rentenir Digital

Selasa, 6 Maret 2018 | 14:19 WIB

Ketua Kelompok Kerja Peer to Peer Lending Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) Reynold Wijaya dan Wakil Ketua Umum AFTECH Adrian Gunadi saat menggelar diskusi di Centennial Tower, Jakarta, Selasa (6/3/2018).KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA Ketua Kelompok Kerja Peer to Peer Lending Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) Reynold Wijaya dan Wakil Ketua Umum AFTECH Adrian Gunadi saat menggelar diskusi di Centennial Tower, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) menjelaskan layanan peer to peer (P2P) lending atau platform untuk pinjaman langsung tunai jauh berbeda dengan kegiatan rentenir.

Hal ini diungkapkan menyusul pernyataan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso yang menyebut peer to peer lending di fintech serupa dengan rentenir digital karena menerapkan bunga tinggi.

(Baca: Fintech Lending Jangan Jadi Digital Rentenir)

"Kegiatan pinjam meminjam dalam fintech tidak dapat disama ratakan dengan kegiatan rentenir, P2P lending yang sejati tidak beroperasi seperti pemberi pay day loan. Sangat berbahaya bila OJK menyamakan semua model bisnis fintech seperti rentenir," kata Wakil Ketua Umum AFTECH Adrian Gunadi saat menggelar konferensi pers di Centennial Tower, Selasa (6/3/2018).

Adrian menjelaskan, P2P lending sebagai salah satu layanan dari kegiatan fintech didasari semangat memperluas inklusi keuangan serta merangkul mereka yang belum memiliki akses ke perbankan dan memiliki pekerjaan non formal, seperti pekerja kreatif, pekerja paruh waktu, buruh tani, nelayan, dan sebagainya.

Sedangkan rentenir, disebut Adrian akan mengenakan pay day loan atau bunga harian kepada nasabah yang melakukan pinjaman.

Sementara itu, Ketua Kelompok Kerja P2P Lending AFTECH Reynold Wijaya mengungkapkan penentuan besaran bunga turut memperhitungkan karakteristik peminjam yang pada dasarnya adalah orang dengan risiko tinggi.

"Umumnya, peminjam di P2P lending ini adalah orang yang ditolak oleh bank dan tidak bisa memberikan jaminan, yang artinya punya tingkat resiko tinggi," tutur Reynold.

Fintech sendiri pada dasarnya bukan sebuah lembaga keuangan, melainkan platform yang menyediakan sejumlah layanan jasa keuangan secara digital. Sehingga, besaran bunga pun tercipta atas dasar pertimbangan pihak yang mengajukan diri sebagai pemberi pinjaman atau lender.

Meski bunga di P2P lending dinilai cukup tinggi, Adrian menyebut dalam pelaksanaannya, tidak sampai memberatkan para nasabah. Hal itu dikarenakan masa pinjaman melalui fintech P2P lending yang singkat, di kisaran satu sampai tiga bulan saja.

Meski fintech merupakan platform penyedia layanan jasa keuangan, dalam operasionalnya tetap harus memenuhi syarat dan ketentuan kerja yang sama seperti lembaga keuangan formal. Fintech juga diminta untuk memenuhi standar setara ISO27001 seperti yang dilakukan juga oleh pelaku usaha keuangan lainnya.

 


Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Bambang Priyo Jatmiko