Alasan Menteri Susi Tak Akan Berhenti Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan

Minggu, 29 Oktober 2017 | 19:29 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memimpin penenggelaman 33 kapal asing pencuri ikan di perairan Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (29/10/2017).Fabian Januarius Kuwado Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat memimpin penenggelaman 33 kapal asing pencuri ikan di perairan Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (29/10/2017).

NATUNA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia adalah satu-satunya jalan menuju kedaulatan. Kedaulatan itulah yang akan mengantarkan rakyat menuju kesejahteraan.

Hal itu diungkapkan Susi, sesaat sebelum memimpin penenggelaman 33 kapal asing pencuri ikan di perairan Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Minggu (29/10/2017).

"Penenggelaman kapal yang telah kita lakukan sejak 2015 di mana pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla mencanangkan visi-misi Indonesia sebagai poros maritim dunia, memastikan laut itu bisa menjadi masa depan bangsa kita," ujar Susi.

Susi kemudian kilas balik ke masa awal dia menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan. Ia dihadapkan pada sejumlah data tidak mengenakkan.

Berdasarkan sensus sejak 2003 hingga 2013, menurut Susi, jumlah nelayan menurun 50 persen, stok ikan semakin menipis, angka pencurian ikan di wilayah perbatasan juga sangat tinggi.

Laut juga tidak mendapat perhatian. Sehingga, tanpa disadari Indonesia seakan meninggalkan kodratnya sebagai negara maritim.

(Baca juga: Menteri Susi Tenggelamkan 33 Kapal Tanpa Diledakkan, Ini Alasannya)

Di sisi lain, perusahaan penangkap dan produksi ikan di luar negeri sangat makmur. Thailand misalnya. Beroperasi di perairan Indonesia, salah satu perusahaan di negara itu sukses mengeruk untung hingga 3,5 miliar dollar AS per tahun.

"Sementara, Ambon di mana yang menjadi tempat operasi perusahaan-perusahaan ekspor Thailand justru PAD (Pendapatan Asli Daerah) hanya Rp 8,7 miliar saja," ujar Susi.

Setelah hampir tiga tahun menggencarkan penegakan hukum di perairan Indonesia disertai dengan pengetatan syarat operasi kapal pencari ikan, Susi menyebut, kondisi kelautan dalam negeri semakin baik.

Stok ikan naik menjadi 12,5 juta ton. Angka ini meningkat dibanding tahun 2014 yang hanya 6,5 juta ton. Konsumsi ikan otomatis naik menjadi 7 kilogram per kapita per tahun. Artinya, 1,75 juta ton ikan dikonsumsi masyarakat Indonesia per tahun.

"Ekspor (perikanan) Indonesia juga naik 20 persen lebih. Semester satu saja itu sudah ada kenaikan 30 persen dari yang biasanya 4,6 miliar dollar AS per tahun, pertengahan tahun ini sudah mencapai 3,8 miliar dollar AS. Mudah-mudahan sampai akhir tahun bisa di atas 5 miliar dollar AS," ujar Susi.

(Baca juga: Cerita Menteri Susi Soal Ikan Kakap Merah yang Menghilang)

Saat ini, Susi merasa jalan yang ditempuh sudah benar. Ia yakin jika apa yang dilaksanakannya saat ini bakal memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh sebab itu, meskipun Susi mengakui upaya penegakan hukum di laut terus mendapat perlawanan dari mafia kelautan dan perikanan, dia tak akan gentar. Penegakan hukum di laut bersama-sama dengan TNI, Polri dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta Kejaksaan akan tetap terus digencarkan.

"Memberikan efek jera adalah satu-satunya cara kita mengamankan negara. Kita melakukan penenggelaman bukan untuk gagah-gagahan bukan untuk image, bukan pula untuk gengsi-gengsian. Tapi memang negara ini patut mendapatkan kehormatannya dan kita berdiri menjadi garda depannya," ujar Susi.

Catatan Kompas.com, semenjak menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi berhasil menenggelamkan 317 kapal pencuri ikan. Sampai dengan Desember 2018 mendatang, kapal yang bakal ditenggelamkan Susi yakni sebanyak 405 unit kapal.

Kompas TV Presiden Majelis Umum PBB Dukung Rencana Susi Pudjiastuti




Penulis : Fabian Januarius Kuwado
Editor : Bayu Galih